Tidak ada pesta yang tidak berakhir. Begitu juga "pesta-pesta" di lingkaran kekuasaan seperti Istana. Periodisasi lima tahunan dan batasan maksimal dua periode sejak reformasi 1998 adalah batasan dari "pesta-pesta" itu.
Meskipun pestanya berakhir karena batasan konstitusi atau desakan massa di era sebelum reformasi 1998, efek dari pesta itu tidak segera berakhir. Tiap pemerintahan baru berupaya keras untuk menghentikan efek pesta itu.
Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono yang pertama kali terpilih secara langsung dalam Pemilu 2004 dan memimpin Indonesia dua periode (2004-2009 dan 2009-2014) mengalami dan kerap menceritakan hal ini.
Di awal-awal pemerintahannya, SBY menyebut kebagian cuci piring atas pesta yang tidak dilakukan dan dihadiri pemerintahannya. Orang lain yang berpesta, pemerintahannya yang harus membersihkan sisa-sisa pesta. Cuci piring bahasanya.
Lebih gamblang, Andi Mallarangeng yang menjadi juru bicara SBY saat itu mengatakan, terkait kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) misalnya, SBY kebagian cuci piring.
Setelah gilang-gemilang
Sebagai presiden pertama yang penuh menjalankan pemerintahan sesuai periodisasi seperti diatur dalam konstitusi, SBY dua kali mengakhiri pemerintahannya. Pertama di akhir periode 2004-2009 yaitu 20 Oktober 2009 dan kedua di akhir periode 2009-2014 yaitu 20 Oktober 2014.
Bersamaan dengan berakhirnya pemerintahan SBY, "pesta-pesta" juga usai. Seperti juga dialami SBY di awal-awal pemerintahannya, usainya pesta tidak serta merta mengakhiri efek dari pesta-pesta itu. Cuci piring setelah pesta adalah konsekuensi berikutnya.
Semua melihat, akhir pemerintahan SBY periode pertama (2004-2009) memang gilang-gemilang.
Partai Demokrat yang didirikan sebulan setelah SBY diangkat menjadi Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri menang. Perolehan suara partai yang didirikan 9 September 2001 pada Pemilu 2009 ini nyaris tiga kali lipat dari perolehan di pemilu sebelumnya.
Tidak hanya itu, dalam Pemilu Presiden 2009, SBY yang berpasangan dengan Boediono menang telak satu putaran melawan pasangan Megawati-Prabowo Subianto dan Jusuf Kalla-Wiranto. SBY-Boediono meraih 60,80 persen suara. Megawati-Prabowo meraih 26,79 persen dan JK-Wiranto meraih 12,41 persen.