Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Proses Kreatif Novel Ketiga Acek Rudy, "Petabhumi: Misteri Tembok Kutukan"

29 November 2024   13:04 Diperbarui: 9 Februari 2025   08:06 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover novel Petabhumi: Misteri Tembok Kutukan. Ilustrasi oleh Andri Sonda. (Dokumen Pribadi)

Novel horor thriller yang page turner dengan plot twist yang berlapis-lapis. mengulik tentang rahasia kelam dari keluarga konglomerat di Indonesia. Diwarnai aksi shaman kontemporer ala Exhuma, pemecahan kasus misteri ala Dan Brown, dan legenda tentang makhluk-makhluk seram dari dalam dinding yang berasal dari dunia paralel, membuat Petabhumi: Misteri Tembok Kutukan sebagai novel yang tidak bisa Anda lewatkan jika ingin mengadu adrenalin.

Lebay ya? 

Soalnya berani banget membandingkan novel Petabhumi: Misteri Tembok Kutukan dengan film box office Exhuma. Apalagi sampai menjajarkan karyaku dengan milik Dan Brown. Lebay, sih.

Tapi, Iya, nggak apa-apa. Soalnya aku butuhkan itu untuk menarik perhatian penerbit-penerbit mayor pada proporsal yang aku kirimkan kepada mereka.   

Namun, kalau mau dibilang lebay, mungkin juga tidak. Setidaknya, menurut Jia Effendie, editor yang aku ajak kerja sama, film Exhuma dengan novel ketiga Acek Rudy ini memiliki "ketegangan yang satu tone (se-frekuensi)."

Dari sisi mana?

Katakanlah, ada beberapa plot yang aku buat mirip, seperti aksi shaman kontemporer ala Kim Go-eun dan Lee Do-hyun. Begitu juga dengan konsep metafisika China yang aku "cocok-cocokkan" dengan situasi terkini, serta legenda dewa-dewi Tionghoa yang aku undang turun ke bumi. Eh ...

Begitu pula dengan ramuan ketegangannya. Tidak terlalu banyak action, tetapi aku berhasil menyisipkan beberapa narasi dan dialog yang bisa bikin pembaca terhenyak. Plot twist pun dibuat berlapis-lapis, dengan terlebih dulu menyebar remah-remah petunjuk (bread crumb) sepanjang kisah, hingga akhirnya pembaca akan terbelalak saat kenyataan sesungguhnya di akhir kisah terbuka lebar. Inilah yang kumaksudkan (mungkin) dengan gaya penulisan Dan Brown, novelis idolaku.

Kalaupun terasa masih belum mirip, setidaknya aku mengharapkan novel Petabhumi: Misteri Tembok Kutukan ini mampu menyasar target audiens yang sama: Penyuka film horor thriller.  

Sinopsis

Kisah dimulai dari kejadian 40 tahun lalu, di Rumah Leluhur Xiao, saat istri Aki Hensa dari keluarga Xiao, melahirkan sepasang bayi kembar yang merupakan titisan Dewi Kembar -- Nuwa, sang Pencipta Bumi, dan Nuxi, sang Ratu Iblis.  

Keluarga Xiao memiliki sejarah yang kelam. Leluhur pertama mereka adalah seorang penyihir dari zaman Dinasti Zhou yang merupakan titisan pertama dari Dewi Kembar. 

Sebagai keluarga terpilih, seluruh keturunan Xiao telah dijamin dengan kejayaan dan kekayaan surgawi. Namun, bukannya tanpa konsekuensi. Berkah tersebut hanya bisa diperoleh dengan cara menumbalkan semua keturunan perempuan Xiao. 

Setiap 1.000 tahun sekali, keluarga Xiao mempunyai pilihan untuk menghentikan kutukan pesugihan tersebut melalui kelahiran titisan Dewi Kembar. Aki Hensa, sebagai keturunan yang terpilih pun harus melakukan ritual Dian-feng yang sakral. Sayangnya, sebelum ritual berhasil dilaksanakan, serangan dari Petabhumi yang merupakan pusat Kerajaan Ratu Iblis menewaskan semua keluarga Xiao, termasuk istri dan bayi kembar Aki Hensa.

**

Empat puluh tahun kemudian, seorang gadis remaja tiba-tiba muncul di rumah Benny Xiao, putra kedua dari Aki Hensa. Gadis itu ditenggarai sebagai salah satu dari anak keluarga Xiao yang menjadi korban pesugihan 17 tahun lalu. 

Melalui Maandy, partner bisnis Benny Xiao, keluarga Xiao mengundang Lintang Ayu, seorang psikolog indigo, dan Tomi Kantaka, mantan jurnalis untuk menyelidiki kasus aneh tersebut.  

Di tempat lain, Candra Sastra yang merupakan salah satu keluarga Xiao juga mengalami kejadian misterius. Adik perempuannya yang ditenggarai sebagai korban pesugihan keluarga Xiao tiba-tiba muncul di rumah lamanya, dan membunuh ayahnya. 

Kejadian demi kejadian terus berkembang. Satu per satu anak-anak perempuan korban pesugihan muncul dan membalas dendam dengan membunuh orang tua mereka. 

Di sisi lain, Rapael Sianturi, tunangan Maandy yang juga merupakan salah satu dari keluarga Xiao menghilang secara misterius setelah menyelidiki rahasia kelam keluarganya. Situasi menjadi lebih runyam, setelah Lintang tahu jika ternyata ibunya juga terlibat dalam ritual mengerikan itu hingga kehilangan nyawa. 

Lintang, Tomi, dan Maandy lalu mengajak Suhu Yong-min, seorang paranormal kondang untuk menyelidiki kasus kutukan keluarga Xiao ini. Dalam penyelidikan, mereka menemukan fakta-baru yang mencengangkan dan juga mengerikan. Teror dari anak korban tumbal pesugihan barulah permulaan. 

Makhluk-makhluk Acchalam muncul dari Petabhumi, turun ke dunia manusia, menebarkan teror. Ratusan manusia bunuh diri, melompat dari atas atap berbagai gedung tinggi di seantero Jakarta.

Tomi mulai diteror oleh kejadian-kejadian aneh, rumah Suhu Yong-min diserang makhluk-makhluk Acchalam, hingga melukai dirinya. Sementara, nyawa Lintang Ayu terancam, ia terjebak di Petabhumi, dan berhadapan langsung dengan Ratu Iblis. 

Satu-satunya cara untuk membasmi Ratu Iblis, adalah dengan melakukan Ritual Dian-feng yang gagal diselesaikan 40 tahun lalu. Beberapa orang terpilih harus disatukan, dan pelaksanaan ritual harus dilakukan di Rumah Leluhur Xiao yang keberadaannya masih misterius.  

Di tengah-tengah kegentingan, tim bertemu dengan Aki Hensa yang selama ini bersembunyi di Kelenteng Giok Bakti. Dari pria ini lah tabir peristiwa 40 tahun silam terkuak. 

Ratu Iblis yang sebenarnya bukanlah sosok yang disangka selama ini. Ada agenda tersembunyi yang lebih besar dari sekadar menghabiskan seluruh keturunan Xiao. Kegagalan Ritual Dian-feng 40 tahun lalu, memang karena ada serangan dari Petabhumi, tetapi itu hanyalah faktor pendukung, bukan pemicu utama. Ini belum termasuk lokasi Rumah Leluhur Xiao yang ternyata merupakan sebuah bangunan kuno legendaris di tengah-tengah kota Jakarta.   

Di akhir cerita, Pertempuran pamungkas tak terelakkan lagi. Terjadi di dua dimensi yang berbeda. Di Rumah Leluhur Xiao di bumi dan di Petabhumi. Sebuah perjuangan membutuhkan pengorbanan. Banyak nyawa yang melayang, tetapi akan semakin banyak jika salah satu karakter dari kisah ini tidak mengorbankan nyawanya.

Ah, cukup sampai di sini, karena jika aku lanjutkan lagi, spoiler akan terkupas sendiri. Jadi, kita lanjutkan saja dengan promosi, tentang keunggulan Novel ketiga karya Acek Rudy ini.

Ciri-khas Acek Rudy

Sebagaimana dua novel sebelumnya: Berdansa Dengan Kematian (BDK) y2023 dan Qi-Sha: Tujuh Bintang Petaka y 2024, novel ketiga Acek Rudy masih menggunakan gaya yang cepat, detail, dan mudah dipahami. Meskipun menggunakan alur maju-mundur, dan multiple POV, tetapi penyebaran petunjuk-petunjuk kecil pada setiap bab, akan membuat pembaca mudah untuk menemukan benang merah dari keseluruhan isi cerita dan merangkaikannya menjadi sebuah kisah utuh. Sebuah novel yang sangat page turner dan cocok bagi pembaca yang ingin mengadu adrenalin.

Legenda China Kuno

Jika Qi-Sha mengulik tentang Siluman Ular Putih (Bai Shuzen) yang legendaris, Petabhumi mengangkat salah satu mitologi tertua Tiongkok Kuno tentang Sejarah Penciptaan Bumi yang melibatkan Dewi Nuwa, alias Dewi Pencipta Manusia di Belahan Timur. (Sila ulik dunia maya jika ingin tahu tentang kisah legenda ini).

Legenda tidak berhenti sampai di sini. Ada juga ilham dari sejarah (dan juga bisik-bisik) tentang Toko Merah, salah satu bangunan paling tua di kota Jakarta. Syukur alhamdulilah, proses cocokologi ini berjalan smooth, sehingga perpaduan dua kisah legenda yang seharusnya tidak berhubungan ini akhirnya bisa menjadi bacaan fiksi yang asyik.  

Metafisika China dan Kearifan Tri-Dharma

Novel Acek Rudy seringkali mengambil setting budaya China di Indonesia. Oleh sebab itu, tidak lengkap rasanya jika tidak mengulik metafisika China, dan praktik taoisme yang masih kental bagi penganut faham leluhur. Namun, aksi shaman yang disajikan sudah dipoles sedemikian rupa, sehingga menjadi sebuah adegan yang menarik dan tidak lebay. Selain itu, seperti biasanya, Acek Rudy selalu menyisipkan kearifan Tri-Dharma dari filosofi Buddhisme, kebikasanaan Konfusius, dan moralitas ajaran Taoisme yang universal sebagai bumbu-bumbu penyejuk batin.  

Karakterisasi

Tokoh dalam novel Acek Rudy seringkali mengutip sahabat-sahabat literasinya, sesama Kompasianer. Siapa yang terpilih kali ini?

Lintang Ayu. Tokoh ini telah menjadi pilihan sejak novel BDK ditulis. Namun, kali ini Lintang mendapat porsi yang lebih besar, dan dia berhasil menjadi pusat perhatian dengan karakternya yang ceria, lembut, dan penyayang, tetapi juga bisa menjadi sangat berbahaya dengan kemampuan indigo yang dimilikinya. Apalagi, pada episode kali ini, Lintang akhirnya menemukan kekuatannya yang selama ini tersembunyi. 

Lintang selalu hadir bersama Tomi Kantaka dan Felix Sitorus. Namun, pada episode kali ini aku "meliburkan" Felix. Itu karena konon dia sedang balik kampung ke Huta Panatapan, Toba, Tepi Utara Tanah Batak untuk melamar Bertha, cinta lamanya. 

Suhu Yong-min, a.k.a Miguel Dharmadjie yang menjadi sosok karakter pendukung pada novel Qi-Sha, kali ini porsinya diamankan. Selain Lintang, Paranormal kondang ini juga menjadi tokoh sentral dalam kisah kali ini. Ia memahami seluruh kejadian sejak 40 tahun lalu hingga saat ini. 

Menariknya, ia memiliki seorang murid, bernama Metta Nanaya de Witt, seorang gadis berusia 20 tahun, blasteran Indo-Belanda, yang merupakan keturunan langsung dari Henry de Witt, paranormal paling tersohor di zaman Hindia Belanda. 

Nah, Metta ini aku gambarkan sebagai paranormal yang terkuat dari seluruh jagat universe karya Acek Rudy. Dengan segala keunikannya, Metta akan mendapatkan peran utama nanti pada novel Acek Rudy selanjutnya yang rencananya berjudul, De Oud Ziel (Sang Jiwa Tua Pengelana). 

Candra Sastra, terilhami dari kawan organisasiku di Perhimpunan Indonesia Tionghoa, dia juga berperan penting sebagai "sisa-sisa" keturunan Keluarga Xiao yang selamat dari maut. Beserta Jenny Majo, sahabatnya, ialah yang membantu Lintang dan teman-temannya menemukan lokasi rahasia Rumah Leluhur Xiao yang sesungguhnya. 

Ada juga kemunculan dari beberapa tokoh yang pernah muncul di novel-novel sebelumnya. Selain Suhu Yong-min, ada Olfa, istri Tomi. Begitu juga dengan Maandy Herhalen de Zon. Gadis yang muncul sebagai salah satu tokoh utama dalam episode BDK ini mendapat peran yang cukup krusial di Petabhumi. Kemunculan Maandy juga menggandeng tokoh BDK lainnya, Arundaya Gayatri, sang Gadis Kawurungan, meskipun hanya sebatas narasi. 

Tidak ketinggalan, Sigit Eka Pribadi, dan Budi Susilo. Dua sahabat Kompasianerku mendapatkan peran pendukung sebagai Kapolres Metro Jakarta Barat dan dokter forensik. Meskipun kemunculan mereka tidak terlalu banyak, tetapi peran mereka cukup penting sebagai jembatan antarplot yang membuat cerita terstruktur alamiah.

Ada juga Aki Hensa. Awalnya muncul sebagai cameo pada novel Qi-sha, kali ini ia menjadi tokoh sentral di kisah Petabhumi. Kemunculannya di Qi-sha sebenarnya sudah kupersiapkan sejak awal, agar ada jembatan yang tercipta sejak dini antara kedua novel ini, dan sekaligus sebagai gimmick untuk bikin pembaca novel Acek Rudy penasaran.

Lalu, ada Rapael Sianturi (Banyu Biru). Dalam kisah ini, ia adalah tunangan Maandy yang menghilang karena menyelidiki rahasia kelam keluarga Xiao, dan sekaligus menjadi motivasi utama dari Maandy untuk terlibat dalam kasus Petabhumi. 

Pemilihan Rapael ini sesuai janjiku kepadanya, karena dialah pemenang lomba cerpen horor yang pernah dilaksanakan oleh Komunitas Pulpen 2023 lalu. Dan, jujur harus aku akui, cerpennya yang memenangkan lomba, yang berjudul Nikmat Kematian telah menjadi ide dalam plot Petabhumi tentang makhluk-makhluk yang berasal dari dalam tembok. So, sekali lagi, selamat ya, Rapael. Kini kamu sudah tergabung sebagai salah satu tokoh dalam novel ketigaku ini. 

Wasana Kata

Jia Effendie memberikan pesan kepadaku. Setiap karya novel adalah monumen atas transformasi penulisnya. Aku tidak mengatakan bahwa novel ketiga ini akan lebih baik dari yang pertama dan kedua. Namun, harus jujur kukatakan bahwa aku sangat puas dengan hasil akhir dari novel ketigaku ini. 

Seperti apa?

Sulit dijelaskan, dan hanya bisa berharap semoga ada penerbit mayor yang tertarik, dan ada juga production house yang berminat untuk dialihwahanakan.

Demikian doaku dan semoga demikianlah yang terjadi. Mohon doanya, teman-teman.

Salam dan Terima Kasih

**

Acek Rudy for Kompasiana

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun