Satu-satunya cara untuk membasmi Ratu Iblis, adalah dengan melakukan Ritual Dian-feng yang gagal diselesaikan 40 tahun lalu. Beberapa orang terpilih harus disatukan, dan pelaksanaan ritual harus dilakukan di Rumah Leluhur Xiao yang keberadaannya masih misterius. Â
Di tengah-tengah kegentingan, tim bertemu dengan Aki Hensa yang selama ini bersembunyi di Kelenteng Giok Bakti. Dari pria ini lah tabir peristiwa 40 tahun silam terkuak.Â
Ratu Iblis yang sebenarnya bukanlah sosok yang disangka selama ini. Ada agenda tersembunyi yang lebih besar dari sekadar menghabiskan seluruh keturunan Xiao. Kegagalan Ritual Dian-feng 40 tahun lalu, memang karena ada serangan dari Petabhumi, tetapi itu hanyalah faktor pendukung, bukan pemicu utama. Ini belum termasuk lokasi Rumah Leluhur Xiao yang ternyata merupakan sebuah bangunan kuno legendaris di tengah-tengah kota Jakarta. Â Â
Di akhir cerita, Pertempuran pamungkas tak terelakkan lagi. Terjadi di dua dimensi yang berbeda. Di Rumah Leluhur Xiao di bumi dan di Petabhumi. Sebuah perjuangan membutuhkan pengorbanan. Banyak nyawa yang melayang, tetapi akan semakin banyak jika salah satu karakter dari kisah ini tidak mengorbankan nyawanya.
Ah, cukup sampai di sini, karena jika aku lanjutkan lagi, spoiler akan terkupas sendiri. Jadi, kita lanjutkan saja dengan promosi, tentang keunggulan Novel ketiga karya Acek Rudy ini.
Ciri-khas Acek Rudy
Sebagaimana dua novel sebelumnya: Berdansa Dengan Kematian (BDK) y2023 dan Qi-Sha: Tujuh Bintang Petaka y 2024, novel ketiga Acek Rudy masih menggunakan gaya yang cepat, detail, dan mudah dipahami. Meskipun menggunakan alur maju-mundur, dan multiple POV, tetapi penyebaran petunjuk-petunjuk kecil pada setiap bab, akan membuat pembaca mudah untuk menemukan benang merah dari keseluruhan isi cerita dan merangkaikannya menjadi sebuah kisah utuh. Sebuah novel yang sangat page turner dan cocok bagi pembaca yang ingin mengadu adrenalin.
Legenda China Kuno
Jika Qi-Sha mengulik tentang Siluman Ular Putih (Bai Shuzen) yang legendaris, Petabhumi mengangkat salah satu mitologi tertua Tiongkok Kuno tentang Sejarah Penciptaan Bumi yang melibatkan Dewi Nuwa, alias Dewi Pencipta Manusia di Belahan Timur. (Sila ulik dunia maya jika ingin tahu tentang kisah legenda ini).
Legenda tidak berhenti sampai di sini. Ada juga ilham dari sejarah (dan juga bisik-bisik) tentang Toko Merah, salah satu bangunan paling tua di kota Jakarta. Syukur alhamdulilah, proses cocokologi ini berjalan smooth, sehingga perpaduan dua kisah legenda yang seharusnya tidak berhubungan ini akhirnya bisa menjadi bacaan fiksi yang asyik. Â
Metafisika China dan Kearifan Tri-Dharma
Novel Acek Rudy seringkali mengambil setting budaya China di Indonesia. Oleh sebab itu, tidak lengkap rasanya jika tidak mengulik metafisika China, dan praktik taoisme yang masih kental bagi penganut faham leluhur. Namun, aksi shaman yang disajikan sudah dipoles sedemikian rupa, sehingga menjadi sebuah adegan yang menarik dan tidak lebay. Selain itu, seperti biasanya, Acek Rudy selalu menyisipkan kearifan Tri-Dharma dari filosofi Buddhisme, kebikasanaan Konfusius, dan moralitas ajaran Taoisme yang universal sebagai bumbu-bumbu penyejuk batin. Â
Karakterisasi
Tokoh dalam novel Acek Rudy seringkali mengutip sahabat-sahabat literasinya, sesama Kompasianer. Siapa yang terpilih kali ini?
Lintang Ayu. Tokoh ini telah menjadi pilihan sejak novel BDK ditulis. Namun, kali ini Lintang mendapat porsi yang lebih besar, dan dia berhasil menjadi pusat perhatian dengan karakternya yang ceria, lembut, dan penyayang, tetapi juga bisa menjadi sangat berbahaya dengan kemampuan indigo yang dimilikinya. Apalagi, pada episode kali ini, Lintang akhirnya menemukan kekuatannya yang selama ini tersembunyi.Â