Siapa yang tidak kenal pasangan legendaris Tjiptadinata Effendy dan Roselina Tjiptadinata? Tidak ada aura songong di sini, sebabnya pertanyaan ini saya ajukan bagi Kompasianer.
Mengapa demikian?
Karena dua sosok legendaris ini selalu hadir dengan artikel-artikel segar di Kompasiana, hampir setiap hari. Hebatnya lagi, semua dilakukan sejak 2009 (kalau tidak salah). Selama 15 tahun, hampir satu artikel setiap hari.
Bukan hanya itu, kedua pasangan ini juga termasuk salah satu yang paling rajin blog walking pada tulisan-tulisan Kompasianer lainnya. Mau yang tua, dedengkot, yang masih muda, hingga yang masih unyu-unyu. Semuanya disapa tanpa perbedaan.
Oleh sebab itu, tidaklah terlalu berlebihan jika aku memberi julukan kepada kedua sosok Kompasianer ini sebagai Ayah dan Bunda dari para Kompasianer.Â
Nah, pada 20 Agustus 2024 lalu, Kompasianer Muthiah Alhasany menghubungiku lewat jalur pribadi. "Acek, Pak Tjipta mau bikin buku untuk memeringati 60 tahun pernikahannya. Ikutan nulis, ya." Demikian kata dia.
Tentu saja aku mengiyakan. Menulis artikel tentang Pak Tjipta dan Bu Roselina sudah sering kulakukan. Bukan karena permintaan atau ada acara khusus seperti kali ini, tetapi memang kedua insan ini adalah gudangnya inspirasi.
Nasihat-nasihat hidup yang ditulis tanpa menggurui dan sejubel pengalaman hidup yang bisa menjadi bahan renungan, semuanya bisa menjadi ide-ide kreatif untuk menelurkan tulisan.Â
Lalu, aku harus menulis apa?Â
Pertanyaan inilah yang terbersit di kepalaku sejak hampir dua bulan lalu. Larut dalam kesibukan menyelesaikan manuskrip novel ketigaku, Petabhumi: Misteri Tembok Kutukan, otakku berandai-andai. Bagaimana jika kisah hidup Pak Tjiptadinata dan Bu Roselina dijadikan novel saja.