"Maksudku, aku bukan tertarik dengan obatmu. Aku lihat profil kamu sedang mencari cinta. Aku juga masih single. Bisakah kita bertemu?" Ketikan David terlihat kaku, walaupun menurutnya itu adalah kalimat yang paling romantis yang pernah ia tulis.
Sekali lagi, Jasmine terdiam lama. Lalu ia mengetik lagi, "Boleh Koh, siapa tahu kita cocok."
**
Dua hari berlalu, tibalah saatnya bagi David untuk bertemu dengan wanita si penjual obat kuwat. Tentu saja bukan karena alasan vitalitas atau impotensi, tapi demi sesuatu yang lebih mulia -- mencari pasangan hidup.
Kafe d' Amore. Sesuai namanya, seharusnya itu adalah tempat yang cocok buat dirinya dan juga Jasmine. Itulah harapannya setelah membuang jauh segala pikiran busuk tentang wajah yang tidak pas seleranya.
Kafe itu tidak terlalu ramai. David bisa melihat ada beberapa meja terisi dan lebih banyak lagi yang kosong. Suasananya cukup menyenangkan, dengan desain instagramable dan penyejuk ruangan yang berjalan maksimal. Tempat itu adalah pilihan Jasmine.
Seorang wanita duduk seorang diri. Radar pendeteksi David langsung berbunyi, "itu bukan wanita yang sedang ia cari." Namun tenyata radar itu buatan Cina, seringkali salah. Sosok yang duduk di sana langsung berdiri dan menyapanya. "Koh David, ini aku Jasmine."
Mata David terbelalak. Hidungnya kembang kempis, jantungnya berdegup kencang. Ia bagaikan sedang terperangkap dalam situasi perang, laksana Chow Yun Fat yang sebentar lagi digebukin mafia Hong Kong.
Jasmine si wanita penjual obat kuwat, jauh lebih sederhana dari tampilannya. Wajahnya sudah hampir berkeriput, senada dengan daster ala hawai, dan sepasang sendal jepit yang ia kenakan.
Ragu, David ingin pergi. Tapi, bagaikan memiliki ilmu gingkang karya Kho Ping Ho, si Jasmine sudah berjarak hanya beberapa meter di hadapannya. Tidak ada lagi ruang bagi dirinya untuk kabur.
Gerakan pamungkas selanjutnya lebih mengenaskan. Secepat kilat, Jasmine menarik tangan David dan mengajaknya duduk di sampingnya.