"Dengan siapa Ma?" nada suara Aweng mulai berubah. Ia tidak ingin menikah dulu. Bermain gundu dan video game masih menjadi favoritnya.
"Kamu hanya perlu sembahyang di depan altar leluhur," pungkas ibunya mencoba menenangkan. Ia tahu jika anaknya masih belum mengerti apa-apa. Itulah sebabnya ia lebih berperan dalam resepsi pernikahan itu.
"I ciet-kong, ol ciet-kong, sam ciet-kong."
Tiga kali soja sudah dilakukan. Menandai pernikahan sudah resmi terjadi. Om Akiong yang memimpin upacara melakukannya dengan cepat. Ia tahu jika si bocah akan banyak bertanya. Dan, ia tidak mau direpotkan dengan hal itu.
"Istriku siapa, Ma?" tanya si bocah sambil celingukan.
"Ia seorang dewi," jawab ibunya seraya memberikan sebungkus kado kepada anaknya.
Sang anak tidak lagi bertanya. Matanya berbinar ketika melihat beberapa bungkus permen, coklat, dan juga kue kesayangannya. Ia tidak lagi peduli siapa istrinya. Ia bahkan tidak peduli ketika Mamanya membawa pulang sebuah benda.
Sebuah boneka yang terbuat dari kertas. Untuk menemani anaknya tidur di kala malam.
Dan, Aweng benar-benar tidak tahu jikalau dirinya barusan saja menjalani Ritual Perkawinan Hantu -- Tolak Bala untuk menyambung usia.
**
Disklaimer: Kisah ini hanya fiksi. Kesamaan nama dan tempat bukan kesengajaan.