Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Hati-Hati Kunjungan Hantu Gentayangan di Kompasiana

25 Mei 2023   18:00 Diperbarui: 25 Mei 2023   17:59 586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi ini, perasaanku tidak nyaman. Tidak seperti biasanya.

Pukul 5 pagi adalah momen yang paling menyenangkan bagiku. Menyeruput segelas kopi hitam, ditemani sepiring telur setengah matang. Asupan nutrisi yang paling tepat setelah tubuh dan jiwa ini nyenyak berehat.

Namun, hari ini terasa berbeda. Hanya ada kopi hitam yang sudah dingin tanpa telur. Mungkin juga karena aku tidak membutuhkannya. Tersebab aku belum tidur sejak kemarin malam. Dibayangi kejadian mistis yang mengerikan, membuat diriku tidak bisa lelap, memejamkan mata.

Ah, perkenalkan diriku.

Aku adalah seorang Kompasianer. Identitasku tidak perlu diungkap, karena aku tiada bedanya dengan penulis lainnya. Hanya satu tanpa prestasi di antara jutaan bintang yang bercahaya di langit. Kesenanganku hanya menulis dan menulis saja.

Aku hanyalah seorang Kompasianer yang senang menulis.

Dan, sebagaimana Kompasianer pada umumnya, aku juga memiliki sahabat literasi. Meskipun belum pernah bertemu langsung, tetapi persahabatan seolah tanpa sekat.

Sebagaimana seorang Kompasianer yang baik hati. Namanya WARAS NAHRAN PENA. Aku tak mengenalnya secara pribadi. Tidak tahu juga tahu seperti apa wajahnya. Ia tak pernah menyertakan fotonya. Baik pada akun profilnya, maupun sebagai selipan di artikelnya.

Yang aku tahu, Waras tidak terlalu banyak berinteraksi di dunia nyata. Terlebih lagi, ia tinggal cukup jauh dari keramaian. Katanya, sekitar 150 kilometer dari kota Jakarta. Di sebuah desa yang saya lupa namanya. Tidak terkenal sehingga sulit untuk diingat.

Tapi, itu bukan masalah. Wajah dan bentuk fisik tidaklah penting saat kita bercanda ria di dunia maya. Bukankah begitu?

Kendati demikian, Waras cukup ternama di Kompasiana. Ia sering menyapa sesama penulis. Tulisannya pun bernas, meskipun jarang masuk ke dalam deretan Artikel Utama. Namun, cerpennya selalu menempati urutan teratas dalam kolom NT (Nilai Tertinggi).

Tidak banyak yang ia tuliskan. Hanya seminggu sekali. Tepatnya pada setiap malam jumat. Itu karena si Waras ini memang penulis genre horor. Ia spesialis di bidang itu. Alam gaib selalu menjadi bahan tulisannya. Baik dalam bentuk cerpen, kisah inspiratif, sejarah, atau apa saja.

Itulah mengapa ia membentuk sebuah komunitas setelah program Temu Kompasiana dibentuk oleh Admin-K. Mengumpulkan para Kompasianer yang senang dengan kisah-kisah horor.

Nama komunitasnya keren, BAKALAMA. Melambangkan persahabatan sejati yang tidak sesaat. Mottonya; Bakal Lama kita di Kompasiana. Ah, keren pokoknya.

Setelah membentuk komunitas, si Waras mengundang beberapa Kompasianer yang ia rasa cocok. Katanya, yang berjodoh dengannya. Entah apa maksudnya dengan "berjodoh." Apakah karena ia merasa cocok, atau sudah melalui hitung-hitungan weton.

Aku termasuk salah satunya yang diundang.

Begitu pula dengan beberapa nama keren nan beken lainnya. Seperti Ari Budiwati yang selalu disapa Mas, padahal wanita. Budi Silsilah, si ahli jurnalisme warga, David Goliath, pemenang best opinion tahun lalu. Lalu, ada juga Widz Steep, diaspora yang baru saja menerbitkan buku novel, Mba Muthi yang ahli politik timur tengah, Sigit Eka Riyadi yang selalu menulis tips bisnis, dan masih banyak lagi.

Tanggal 18 Mei 2023, bertepatan dengan hari jumat kliwon. Seperti biasa, grup perpesanan BAKALAMA ramai terisi oleh percakapan para anggota. Apa saja menjadi bahan bicara. Mulai dari resep masakan, kisah menyeramkan, hingga bualan-bualan tidak jelas.

Tepat pukul 10:00 malam, Waras hadir di grup.

"Izin titip ya, puisi terbaru aku." Begitu yang ia tulis, dibarengi dengan berbagai jenis emotikon yang menggugah hati.

Judulnya; "Kebo Kumembeng."

Entah bagaimana dengan Kompasianer lainnya. Tapi, aku termasuk salah satu yang tertarik untuk "meng-klik" tautan itu. Isinya membuat keningku berkerut. Kalimat yang asing bagiku, karena aku bukan orang Jawa.

"Kebo kumembeng ing waspa, sambat mring alam ingkang boten adil. Keladuk ngugung manungsa, swarga kecalan kamulyanipun. Kedahipun imbang. Kebo anangis, koncatan nyawa sanga."

Puisi yang sangat singkat. Tidak ada makna yang bisa kuserap. Tapi, tetap saja puisi itu kubaca sampai habis.

Dan, dari sanalah kejadian mistis itu dimulai.

Tepat pada saat diriku membaca frasa terakhir, lampu di dalam rumahku berkedap-kedip. Lalu, udara tiba-tiba terasa dingin, padahal cuaca sedang panas dan AC tidak sedang menyala.

Sekejap kemudian. Hanya dalam waktu sekejap, aku mencium bau anyir. Tidak terlalu menusuk, tetapi cukup menganggu benakku. Bau tanah, seperti suasana di pedesaan. Dalam sekejap, bulu kudukku berdiri.

Aku punya firasat. Aku bisa merasakan kehadiran makhluk yang tak diundang. Tidak perlu memiliki kemampuan indigo untuk tahu tentang itu. Fenomena kehadiran makhluk halus itu begitu jelas terasa.

Kejadian selanjutnya lebih mengerikan lagi.

Sesosok tubuh, tinggi besar, sekonyong-konyong muncul dari balik tembok. Berjalan perlahan tanpa gerakan. Tidak ada kaki yang melangkah, tidak ada tubuh yang bergerak. Sosok itu hanya diam bak patung dan menghampiriiku. Tubuhnya tidak melekat pada tanah. Tepatnya, ia melayang.

Jangan kira aku berpikiran untuk lari terbirit-birit. Aku sudah cukup ketakutan sehingga tidak bisa berpikir lagi. Kehadiran sosok itu membuatku tidak bisa bergerak. Aku benar-benar ketakutan.

Belum lagi wajahnya.

Ya, wajahnya bukan manusia. Tapi, kerbau. Matanya berwarna merah laksana darah. Kulitnya hitam legam, dibalut dengan baju khas kerajaan jawa kuno.

Untungnya sosok itu tidak melakukan apa-apa. Ia juga tidak bersuara. Seolah-olah hanya ingin datang dan menampakkan dirinya di hadapanku. Setelah itu ia melongsor pergi tanpa pamit. Kembali menembus tembok tempat ia berasal tadi.

Entah berapa lama aku terpaku di kursiku. Aku tidak tahu berapa lama pengalaman menyeramkan itu kualami. Aku tidak ingat lagi, berapa lama kehadirannya. Yang aku tahu, sampai saat ini tubuhku masih merinding membayangkannya.

Pengalaman mistis yang aku alami itu benar-benar nyata. Setelah kepergian sosok itu, perlahan aku mulai merengkuh kesadaranku. Aku membaca doa perlindungan. Sesuatu yang sudah lama tidak pernah lagi kurapalkan. Membuatku tenang setelahnya.

Setelah cukup sadar, aku kembali meraih hapeku. Membaca percakapan yang masih ramai berseliweran di grup perpesanan BAKALAMA. Sudah cukup banyak chat yang belum aku baca. Ada sekitar 30-an.

Aku menggulir percakapan itu satu demi satu. Lalu, gerakan jariku terhenti pada baris paling bawah. Chat yang baru saja diposting. Dikirim oleh Waras.

Aku membacanya perlahan. Dan, sekali lagi aku merinding. Waras menuliskan pesan yang aneh;

"Selamat datang di Kawurungan, tempat ALAM BAKA berada. Dari Sahabatmu, ARWAH PENASARAN."

Aku tidak lagi memedulikan pertanyaan-pertanyaan dari kawan grup perpesanan sesudahnya. Itu karena aku sadar. Ada enigma pada tulisan terakhir dari si Waras.

Buru-buru aku mengambil pena dan selembar kertas. Membuat oret-oretan kecil, menuangkan teori, memecahkan teka-teki.

Dan, dugaanku benar. Mataku terbelalak.

WARAS NAHRAN PENA = ARWAH PENASARAN
Komunitas BAKALAMA = Komunitas ALAM BAKA

Ada sesuatu yang harus kusampaikan. Kepada kawan-kawan Kompasianer. Jikalau Anda menerima tulisan dengan mantra Kebo Kumembeng, jangan pernah membacanya sampai tuntas. Jangan sampai Kompasianer WARAS NAHRAN PENA membalas komentarmu dan berkunjung ke akunmu!!!

**

Disklaimer: Kisah fiksi, kesamaan nama dan tempat hanya kebetulan saja.

**

Acek Rudy for Kompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun