Entah bagaimana dengan Kompasianer lainnya. Tapi, aku termasuk salah satu yang tertarik untuk "meng-klik" tautan itu. Isinya membuat keningku berkerut. Kalimat yang asing bagiku, karena aku bukan orang Jawa.
"Kebo kumembeng ing waspa, sambat mring alam ingkang boten adil. Keladuk ngugung manungsa, swarga kecalan kamulyanipun. Kedahipun imbang. Kebo anangis, koncatan nyawa sanga."
Puisi yang sangat singkat. Tidak ada makna yang bisa kuserap. Tapi, tetap saja puisi itu kubaca sampai habis.
Dan, dari sanalah kejadian mistis itu dimulai.
Tepat pada saat diriku membaca frasa terakhir, lampu di dalam rumahku berkedap-kedip. Lalu, udara tiba-tiba terasa dingin, padahal cuaca sedang panas dan AC tidak sedang menyala.
Sekejap kemudian. Hanya dalam waktu sekejap, aku mencium bau anyir. Tidak terlalu menusuk, tetapi cukup menganggu benakku. Bau tanah, seperti suasana di pedesaan. Dalam sekejap, bulu kudukku berdiri.
Aku punya firasat. Aku bisa merasakan kehadiran makhluk yang tak diundang. Tidak perlu memiliki kemampuan indigo untuk tahu tentang itu. Fenomena kehadiran makhluk halus itu begitu jelas terasa.
Kejadian selanjutnya lebih mengerikan lagi.
Sesosok tubuh, tinggi besar, sekonyong-konyong muncul dari balik tembok. Berjalan perlahan tanpa gerakan. Tidak ada kaki yang melangkah, tidak ada tubuh yang bergerak. Sosok itu hanya diam bak patung dan menghampiriiku. Tubuhnya tidak melekat pada tanah. Tepatnya, ia melayang.
Jangan kira aku berpikiran untuk lari terbirit-birit. Aku sudah cukup ketakutan sehingga tidak bisa berpikir lagi. Kehadiran sosok itu membuatku tidak bisa bergerak. Aku benar-benar ketakutan.
Belum lagi wajahnya.