Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kenapa Ada Bulan Kembar dalam Kalendar China?

26 April 2023   15:02 Diperbarui: 26 April 2023   15:26 1810
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Lun Gwee, Sumber: chinahighlights.com)

Sebenarnya sih, ide menulis artikel ini sudah lama. Terkait dengan novel pertamaku yang berjudul "Berdansa dengan Kematian." Pada bab pembuka saya menjelaskan karakter tokoh utama, Arundaya Gayatri. Ia terlahir di bulan kembar "nuan yue." Saya juga memberi keterangan bahwa, "bayi yang lahir di bulan kembar itu, perjalanan hidupnya pasti luar biasa."

Tidak tahunya, banyak kawan saya yang Tionghoa tidak memahami istilah "nuan yue." Akhirnya saya baru sadar, istilah itu saya ambil dari Bahasa Mandarin. Sementara keturunan Tionghoa di Indonesia lebih kenal istilah "Lun Gwee," yang diadopsi dari dialek Hokkian.

Tapi, bukan hanya perkara si Arundaya saja. Banyak juga yang bertanya kepadaku, "kenapa imlek hanya jatuh pada kisaran bulan Januari-Februari saja? Mengapa bukan tanggal pasti, seperti Tahun Baru Mahesi, atau akan terus bergerak maju, seperti kalendar Hijriah?

Jawabannya, karena penanggalan imlek tidak mengacu kepada satu sistem saja. Tapi, penggabungan dari sistem lunar (bulan) dan sistem solar (matahari). Bahasa Tionghoanya adalah Yinli. Sementara bahasa Inggrisnya adalah Lunisolar.  

Tapi, penggunaan sistem ini bukannya tanpa masalah. Sebabnya para cendekiawan Tiongkok kuno sempat dibingungkan oleh perbedaan data. Gerakan bulan adalah 29,5 hari dalam sebulan. Sementara pergerakan matahari adalah 362,5 dalam setahun. Jika dijumlahkan, akan ada perbedaan 11,25 hari antara setahun kalendar lunar dan setahun kalendar matahari.

Dan, dari sinilah tercipta sistem penyesuaian yang disebut dengan Lun Gwee, yang secara harafiah artinya adalah Bulan Kabisat.

Pemahaman ini hampir mirip dengan tahun kabisat, dimana empat tahun sekali, bulan Februari akan memiliki tanggal 29. Namun, sistem bulan kabisat ini lebih sederhana, tetapi sekaligus juga lebih kompleks.

Sederhananya, karena para cendekiawan cukup memasukkan dua bulan yang sama dalam setahun pada periode imlek kabisat. Sehingga pada tahun Lun Gwee tersebut, akan ada 13 bulan dalam setahun.

Pertanyaan selanjutnya, bagaimana menentukan periode imlek yang memiliki Lun Gwee, alias tahun yang memiliki Bulan Kabisat?

Secara umum dalam durasi 19 tahun akan ada 7 tahun yang memiliki Bulan Kabisat. Dengan demikian maka 2 sd 3 tahun akan muncul periode bulan kabisat. Tidak terlalu sulit, bukan?

Eits tunggu dulu. Mau tahu yang sulit?

Jika dalam setahun akan ada dua bulan kembar, maka bulan apakah itu?

Nah, kebetulan tahun 2023 ini adalah periode Lun Gwee. Ada dua bulan kembar yang jatuh di bulan ke-2 Imlek. Tapi, bulan kedua imlek tidak harus selamanya menjadi bulan kembar. Saya berikan contoh lainnya. Pada tahun 2004, bulan kembar berada pada bulan ke-2. Lalu, pada tahun 2006 ada dua bulan ke-7. Sementara tahun 2009, Lun Gwee-nya jatuh pada bulan ke-5.

Bingung kan?

Jadi, memang "umat awam" harus bertanya kepada ahli astronomi China. Tapi, untungnya perhitungan tersebut telah disediakan ribuan tahun sebelum hari ini. Orang "biasa" semacam saya cukup melihat ke almanak China untuk mengetahui tahun apakah yang memiliki periode Lun Gwee. Dan, di bulan berapakah itu?

Lalu, apa hubungannya dengan Si Arundaya?

Well, dalam novel tersebut saya menceritakan jika ia lahir pada periode Lun Gwee. Nah, itu sebenarnya terinspirasi dari kisah kelahiranku sendiri. Saya juga lahir pada periode bulan kabisat. Tahun 1971, kebetulan ada dua bulan ke-6.

Dan, bukan hanya lahir pada periode Lun Gwee saja.  Tapi juga pada hari Uposatha. Alias hari dimana bulan purnama sedang bersinar terang. Konon kata orang, bayi yang lahir pada hari itu, ia akan memiliki berkah sebagai pribadi yang luar biasa dan memiliki banyak talenta. Namun, hidupnya juga bergerak seperti roller coaster. Naik turun sedemikian cepatnya.

Apakah saya memang seperti itu? Terkait banyak talenta, saya rasa ini terlalu berlebihan. Tapi, saya punya kegemaran menulis genre variatif "Palu Gada," sehingga bisa saja benar.

Eh, salah.

Bukan multi talenta, tetapi suka belajar banyak hal saja.

Dan, sedikit banyak penggambaran itu saya sertakan dalam karakter si Arundaya. Seperti apa? Silahkan dibaca jika novelnya sudah terbit ya. Bisa dibeli di toko buku Gramedia terdekat di kota Anda.

dokpri, didesain oleh Elex Media Komputindo
dokpri, didesain oleh Elex Media Komputindo

Pertanyaan selanjutnya yang juga tidak kalah menggelitik. Mengapa orang Tionghoa menggunakan sistem lunisolar ini? Kenapa tidak lebih sederhana saja dengan mengadopsi salah satu sistem. Lunar atau solar.

Itu karena orang Tionghoa adalah masyarakat agraris, dimana pergantian musim sangat penting untuk menentukan waktu menanam dan memanen. Termasuk jenis tanaman apa yang cocok ditanam pada musim yang berbeda.

Kendati demikian, masyarakat Tionghoa juga tidak bisa mengabaikan fakta bahwa bumi, bulan, dan matahari bergerak dalam sebuah sistem rotasi yang sama. Singkatnya, penggunaan sistem Lunisolar sama seperti mendamaikan rotasi matahari dan bumi terhadap bumi.

Oleh karena itu, tidak heran jika kita menemukan inkonsistensi dalam penentuan hari besar atau festival penting China.

Seperti yang kita ketahui, setiap tahun tanggal imlek berubah-rubah. Sistem ini mengadopsi sistem lunar. Namun, ada festival yang jatuh pada setiap tanggal 4 atau 5 April setiap tahunnya, yaitu festival Chen-beng. Alias Festival Ziarah Kubur.

Begitu juga dengan Dongzi atau yang lebih kita kenal sebagai Festival Ronde. Perayaannya setiap tanggal 21 atau 22 Desember setiap tahunnya. Kedua festival ini lebih banyak mengadopsi sistem solar (matahari) sebagaimana yang berlaku pada kalendar Gregorian.

Mengapa demikian? Jangan tanya kepadaku. Saya juga belum sepenuhnya paham.

Serba-Serbi Lun Gwee.

Tahun ini, kami bersaudara memasakkan ayah dan bunda Misoa pada saat bulan kabisat berlangsung. Itu terkait kepercayaan kuno, bahwa periode bulan kabisat akan 'mencuri" usia orangtua, sehingga bisa memperpendek umur.

Adapun misoa yang kami persembahkan adalah sebagai bentuk harapan, "Semoga ayah bunda senantiasa berusia panjang. Amin."    

Nah, beda lagi dengan sepupuku. Mereka mempersembahkan baju baru kepada kedua orangtuanya. Harapannya sih, agar orangtua mereka senantiasa awet muda.

Yang mana-mana aja.

Setiap suku, sub-etnis, dan keluarga pasti memiliki interpretasinya masing-masing. Namun, satu yang pasti Lun Gwee adalah sebuah sistem penanggalan yang sangat penting bagi kebudayaan Tionghoa.

Untuk itu, maka ia patut dirayakan. Caranya adalah dengan selalu mengingat bakti. Selalu mengenang jasa-jasa kebajikan orangtua, sehingga tidak lupa diri.

Semoga Bermanfaat

**

Acek Rudy for Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun