Selain Pancasila Buddhis, ada juga Empat Kesunyataan Mulia. Menjelaskan tentang adanya penderitaan (dukkha), sebab penderitaan, kebenaran tentang lenyapnya penderitaan, dan jalan berunsur delapan atas lenyapnya penderitaan.
Jalan Mulia Berunsur Delapan sendiri dari tiga kelompok. Yakni, Kelompok Kebijaksanaan (pandangan benar, pikiran benar). Kelompok Kemoralan (ucapan benar, perbuatan benar, dan penghidupan benar). Dan, Kelompok Konsentrasi (usaha benar, perhatian benar).
Catatan: Silahkan mengulik dunia maya jika ingin tahu lebih dalam tentang Pancasila Buddhis, Empat Kesunyataan Mulia, dan Jalan Mulia Berunsur Delapan.
Ajaran Buddhis tidak saja tentang bagaimana melatih diri untuk menjadi orang yang lebih baik. Tapi, ia memiliki dampak yang lebih luas. Terhadap manusia, makhluk lainnya, dan juga alam semesta. Singkatnya, tidak sepatutnya seorang Buddhis melakukan aksi-aksi yang bisa menimbulkan perasaan tidak nyaman bagi lingkungan, maupun dunia. Apalagi sampai menyakitinya.
Sesederhana itu saja. Sesingkat itu saja. penulis tidak berpanjang lebar lagi, karena memang pemahaman Buddhis penulis masih sangat terbatas. Namun, dalam keterbatasan ini penulis berharap bisa memberikan sedikit pemahaman terhadap aksi dari Dalai Lama.
Mungkin banyak yang berdalih jika beliau hanya bercanda saja. Banyak yang mengemukakan jika beliau tidak bermaksud jahat. Banyak juga yang beralasan jika menjulurkan lidah (bukan menghisap lidah) adalah bagian dari tradisi Tibet yang sakral.
Dan, itu termasuk dalih di belakang aksi Dalai Lama. Penulis sendiri tidak memahami "aturan main" dalam mazhab Tantrayana. Melihat sepotong-potong, lalu memberikan opini pendukung, tentu tidaklah bijak. Ada tradisi (dan ini berlaku bagi beragam suku, budaya, dan agama) tentang hal pantas dan tidak pantas. Ada baiknya kita ulik lebih dalam lagi. Tentang hal yang "pantas" atau tidak tersebut. Dan, satu-satunya cara untuk mengetahuinya memang rada susah. Yakni, dengan memahami isi kepala dan hati dari Dalai Lama itu sendiri. Sesuatu yang kita sebut dengan niat awal. Hanya Dalai Lama yang bisa menjawabnya.
Tapi, tetap saja. Menurut penulis pribadi, seorang Buddhis harus bisa menjaga pikiran, ucapan, dan tindakannya. Jika itu baik, silahkan dilanjutkan. Tapi, jika itu tidak bagus, apalagi tidak bermanfaat, sebaiknya pikir-pikir dulu.
Dan, untuk menopang diri kita agar tidak melakukan hal yang salah, maka kesadaran itu penting. Sesuatu yang kita sebut sebagai "selalu berada dalam tahap meditatif." Sederhananya; Sadar setiap saat -- setiap saat sadar.
Opini ini tidak berlaku bagi Dalai Lama saja, tetapi juga bagi seluruh orang, seluruh warganet yang telah melayangkan opini. Termasuk diri penulis sendiri.
Atas insiden tersebut, jelas Dalai Lama merasa bersalah. Jika tidak, permintaan maaf tidak akan ia layangkan. Dan, ini adalah sebuah sikap yang luar biasa dari seseorang yang memiliki pengaruh besar di dunia.