"Tadi waktu saya datang, bentuk tubuh masih terlihat, meskipun tidak utuh. Saya ada fotonya. Pak." Jawab si juru foto sambil mengotak-atik kamera digitalnya.
EfWe melihat dengan seksama. Sekali lagi, ia mengernyitkan alisnya. Namun, kali ini berbeda. Ada mimik kengerian terpancar dari wajahnya yang mulai berkeriput. Bagaimana tidak. Apa yang terlihat di foto sama sekali tidak mirip dengan apa yang tersaji di hadapannya.
Di foto itu, masih ada tangan, kaki, bagian tubuh lainnya, dan juga wajah. Meskipun sudah mulai rusak. Sementara yang tersaji di hadapannya hanyalah ceceran darah dan sisa-sisa material kasar.
Sisa-sisa kasar dari bagian tubuh yang tidak lagi berbentuk.
"Bagaimana mungkin?" EfWe masih belum percaya apa yang sedang ia hadapi.
"Sepertinya, sesuatu di dalam tubuh korban menggerogoti daging, tulang, hingga ke kulit-kulitnya, Pak."Â
Kini EfWe tahu apa arti ekspresi kengerian dari rekannya itu. Sekali lagi ia memandang ke arah tempat tidur dan juga gambar hasil kamera. Ia terdiam cukup lama sebelum kembali bersuara.
"Kamu sudah menghubungi P2P? Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular?" EfWe bertanya lagi.
"Siap, belum Pak."
"GOBLOK KAMU! Segera hubungi!"
Nyali EfWe ciut seketika. Buru-buru ia menutup hidung dan mulutnya dengan tangannya. Untuk sesaat ia menyesal tidak mengenakan masker. Kendati demikian, ia enggan untuk segera keluar dari kamar itu. Naluri detektifnya mengalahkan ketakutannya terhadap risiko yang harus ia hadapi.