"Ayah... ini kertas kosong," Abi setengah berteriak.
"Iya, nak. Memang kertas kosong," jawab Daeng Bahar.
Sebelum Abi kembali bertanya, ayahnya kembali bersuara, "Pammappakna ciduka, pammokkolinna Taranga."
"Nak, pemotong itu sifatnya runcing, penumpul bawaannya tajam. Artinya dalam hidup ini kebebasan itu luas, jangan biarkan pikiranmu yang menjadi penghambatmu."
"Tapi, kenapa kertas kosong, Ayah?" Abi masih belum paham.
"Dulu setiap pagi, nenek Marewa selalu melakukan ritual ini setiap kali selesai sholat subuh. Ia membuka kotak, memandang kertas kosong itu selama beberapa saat. Mengosongkan pikirannya dan membuka hatinya."
"Bagi nenek Marewa, campuran resep rahasia coto Tolo'na tiada lain adalah hati yang tulus. Bagaikan kertas putih polos, selalu terbuka untuk siapa saja."
**
Acek Rudy for Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H