Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Secarik Rahasia Kosong Coto Daeng Marewa

12 November 2022   21:49 Diperbarui: 12 November 2022   22:00 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah kuah coto tidak terlalu mendidih, Abi mulai menyeruputnya. Matanya dipejamkan, tiga detik pertama merasakan sensasi 40 rasa rempah yang melekat di lidahnya.

Setelah rasa hangat masuk ke dalam tenggorkan, Abi mulai mencari after taste. Teknik yang ia dapatkan dari seorang chef untuk menilai kualitas rasa dari masakan. Lidah ia lekatkan ke atas langit-langit mulut, mencari sensasi lanjutan yang masih tersisa. Semuanya sempurna!

Belumlah cukup, kelezatan racikan kuah juga harus seimbang dengan hidangan ketupat. Abi mencuil sesendok, mencelupkannya ke dalam kuah coto. Kembali ia memejamkam mata. Mengunyah ketupat, berfokus kepada rasa ketupat yang tidak hanya gurih, tetapi juga memicu air liur meluber.

Sekarang saatnya mengambil daging sapi yang sudah diiris-iris kecil. Bagian yang menjadi pilihan kaum bangsawan dan raja Gowa di masa silam. Abi mulai mengunyahnya. Lembut terasa. Tentu, itu karena ada andil dari pepaya muda yang diracik bersama sebelumnya.

Tak lupa juga berbagai jenis jeroan. Konon dulunya hanya merupakan jatah rakyat jelata. Sesuatu yang dikenal dengan tawa'na papolong'a. Alias bagian yang tidak lagi dibutuhkan oleh para juragan sapi. Pantas diberikan sebagai upah kepada si pemotong sapi.

Bagi Abi, coto seharusnya melambangkan kesetaraan. Daging dan jeroan harus disantap bersama. Tidak peduli kaum bangsawan atawa rakyat jelata. Menikmati coto, seluruh bagian yang tersaji harus lengkap terpadu.

Tidak ada yang salah dengan racikan cotonya. Tapi, perasaan Abi masih tetap sama. Sedari lima jam yang lalu belumlah berubah. "Ada yang terasa kurang," demikian dirinya membatin.

"Coba makan coto ini, beda dengan yang kita jual di warung," ujar nenek Marewa. Pikiran Abi menerawang kembali ke masa kecilnya. Masa di mana dirinya masih tidak terlalu peduli dengan resep rahasia keluarga.

Nenek Marewa selalu terlihat sumrigah, saat menyajikan coto yang ia sebut sebut tolo'na, yang berarti si jagoan. Sang nenek memang tidak pernah membocorkan rahasia kecilnya. Selembar resep yang ia sembunyikan di dalam sebuah kotak kayu bermotif Passura' khas Toraja.

Dan di dalam kotak kayu itu, terletaklah segala kegundahan Abi. Dia merasa, ilmunya tidak akan sempurna jika belum membaca resep warisan sang nenek. Kini kotak tersebut disimpan oleh ayahnya, Daeng Bahar.

Abi bukannya tidak pernah meminta ayahnya. Tapi, jawaban sang ayah cukup mengejutkan. Abi tidak perlu resep rahasia Nenek Marewa. Tentu saja ini bertentangan dengan idealisme Abi yang moderat. Baginya, resep Tolo'na seharusnya sudah menjadi standar recipe bagi coto Daeng Marewa yang kini ia warisi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun