Kawanku ini bukannya tidak memahami bahasa Indonesia yang baik dan benar, lho. Tidak demikian, sebabnya saya memahami apa yang ia katakan pada saat berbincang dengannya.
Jadi, setelah saya tanyakan kembali kepadanya, ada tiga alasannya, yakni: 1) Typo, 2) Buru-buru, dan 3) Pesannya seharusnya dimengerti OLEH KALIAN-KALIAN. TITIK!
Jelas, saya tidak tertarik untuk mengajak kawan saya ini untuk menjadi blogger. Ini bukan masalah keahlian, skill bisa ditingkatkan jika ada keinginan. Masalah dengan sahabatku ini adalah ATTITUDE.
Bagi saya, ia adalah sosok yang tidak memedulikan orang lain. Tidak mau repot, mau menang sendiri, dan malas berpikir.
Ih, kok ekstrim banget?
Iya, karena syarat utama menjadi blogger adalah peduli dengan pembaca. Dan itu tertuang pada pesan yang engkau ketik pada medsosmu.
Nah pertanyaannya, jika seseorang sudah terbiasa menulis pesan dengan baik, apakah dia bisa ngeblog? Menurut saya, iya.
Untuk membuktikan itu, saya mengacu kepada sahabat literasi di grup penulis Mettasik (Kompasianer Mettasik)
Komunitas ini agak unik. Tersebab isinya tidak semua penulis. Atau lebih tepatnya belum jadi penulis. Atas dasar kesamaan keyakinan, saya dan Dr. Toni Yoyo mengumpulkan beberapa umat Buddhis yang ingin mencoba "peruntungan" sebagai blogger.
Banyak di antara mereka yang sebelumnya tidak pernah menulis artikel, tetapi kini sudah ada yang piawai menjadi blogger. Banyak pula yang masih ragu. Mereka mengaku keder membaca kualitas tulisan yang sudah diterbitkan oleh teman-temannya. Â
Nah menariknya, setelah dipaksa sedikit, jadilah tulisan perdana mereka. Saya dan Toni pun berdiskusi. Kesimpulannya: LUAR BIASA KEREN.
Bahkan cukup banyak di antara mereka yang tidak membutuhkan sentuhan akhirku. Konsepnya jelas, alur ceritanya bernas, kontennya cerdas, dan kalimat penutupnya tegas. Â Â