Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Mau Jadi Blogger? Cek Dulu Pesan Whatsapp

29 Oktober 2022   06:28 Diperbarui: 29 Oktober 2022   06:34 555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Blogger (sumber gambar: futurelearn.com)

Semenjak menjadi blogger, saya banyak mendapat pertanyaan, "bagaimana ya menjadi seorang penulis yang baik?"

Pun halnya saat saya mengajak seseorang menjadi penulis. Jawaban tersebar dan teranyar yang kudengar adalah, "saya belum bisa menulis."

Saya mencoba membesarkan hati mereka. Bahwa menulis adalah sebuah proses. Bahwa saya juga belajar secara otodidak. Bahwa kaidah menulis yang benar versi PUEBI bisa dipelajari nanti. Dan masih banyak lagi contoh kesederhanaan lainnya.

Tapi, tetap saja masih banyak yang enggan. Jadi, menurut saya memang masalah terbesar untuk menjadi blogger itu adalah soal keinginan. Tidak mampu menulis atau skill belum memadai, hanyalah alasan saja.

Karena pada dasarnya manusia telah belajar menulis sejak masih duduk di bangku SD. Setidaknya apa yang dituliskan itu bisa dipahami. Ngeblog bukanlah seperti membuat jurnal ilmiah berstandar tinggi. Tidak perlu juga terlalu berhati-hati seperti membuat surat resmi.

Kendati demikian, ngeblog juga butuh skill tersendiri. Pemilihan diksi dan gaya tulis seharusnya mudah dipahami. Nah, permasalahannya tidak semua penulis yang mampu seperti itu.

Mau tahu seperti apa? Mau tahu apakah kamu termasuk di dalamnya?

Lihatlah ketikan pada aplikasi chatmu. Sejenis Whatsapp, Telegram, SMS, FB Messengers, atau apa saja.

Jika hanya sekadar, "Min, cek harga dong" itu masih aman. Tapi, bagaimana jika modelnya seperti pesan yang diketik oleh kawanku ini.

"Ada bilang BANYAK maakn supermarket rumah habis stoknya perlu BANYAK simpan uang bawa dompet."

Si pengetik pesan ini ingin mengatakan bahwa pada saat Covid yang lalu banyak orang yang menyerbu supermarket untuk membeli makanan. Dia juga berpesan kepada kita-kita untuk menyimpan uang tunai di dompet.

Kawanku ini bukannya tidak memahami bahasa Indonesia yang baik dan benar, lho. Tidak demikian, sebabnya saya memahami apa yang ia katakan pada saat berbincang dengannya.

Jadi, setelah saya tanyakan kembali kepadanya, ada tiga alasannya, yakni: 1) Typo, 2) Buru-buru, dan 3) Pesannya seharusnya dimengerti OLEH KALIAN-KALIAN. TITIK!

Jelas, saya tidak tertarik untuk mengajak kawan saya ini untuk menjadi blogger. Ini bukan masalah keahlian, skill bisa ditingkatkan jika ada keinginan. Masalah dengan sahabatku ini adalah ATTITUDE.

Bagi saya, ia adalah sosok yang tidak memedulikan orang lain. Tidak mau repot, mau menang sendiri, dan malas berpikir.

Ih, kok ekstrim banget?

Iya, karena syarat utama menjadi blogger adalah peduli dengan pembaca. Dan itu tertuang pada pesan yang engkau ketik pada medsosmu.

Nah pertanyaannya, jika seseorang sudah terbiasa menulis pesan dengan baik, apakah dia bisa ngeblog? Menurut saya, iya.

Untuk membuktikan itu, saya mengacu kepada sahabat literasi di grup penulis Mettasik (Kompasianer Mettasik)

Komunitas ini agak unik. Tersebab isinya tidak semua penulis. Atau lebih tepatnya belum jadi penulis. Atas dasar kesamaan keyakinan, saya dan Dr. Toni Yoyo mengumpulkan beberapa umat Buddhis yang ingin mencoba "peruntungan" sebagai blogger.

Banyak di antara mereka yang sebelumnya tidak pernah menulis artikel, tetapi kini sudah ada yang piawai menjadi blogger. Banyak pula yang masih ragu. Mereka mengaku keder membaca kualitas tulisan yang sudah diterbitkan oleh teman-temannya.  

Nah menariknya, setelah dipaksa sedikit, jadilah tulisan perdana mereka. Saya dan Toni pun berdiskusi. Kesimpulannya: LUAR BIASA KEREN.

Bahkan cukup banyak di antara mereka yang tidak membutuhkan sentuhan akhirku. Konsepnya jelas, alur ceritanya bernas, kontennya cerdas, dan kalimat penutupnya tegas.    

Setelah aku perhatikan, para penulis pemula ini memiliki persamaan.  Mereka tidak bermasalah dalam menyampaikan pesan. Saat mengetik di grup perpesanan, semua pesan tersampaikan jelas. Setidaknya informasinya tidak bikin kepala nge-gas.

Saya pun menarik benang merahnya ala kadarnya. Bahwa jika kamu, kamu, dan kamu ingin menjadi blogger, maka belajarlah mengetik pesan dengan baik di media sosialmu.

Sekali lagi, untuk menjadi blogger, skill itu nomor dua. Itu bisa diperbaiki. Tapi, kalau soal attitude itu lain lagi. Sudah menyentuh hati.

Cobalah cek pesan yang kamu ketik dalam keseharian. Jika banyak yang tidak memahaminya, maka perjalananmu untuk menjadi seorang blogger masih jauh dari harapan. Tapi, tetaplah semangat. Khususnya di Bulan Bahasa 2022 ini.

Semoga Bermanfaat.

**

Acek Rudy for Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun