Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Dari Mana Partai Politik dan Politikus Dapat Duit?

19 Oktober 2022   12:37 Diperbarui: 19 Oktober 2022   12:41 555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi partai politik (sumber gambar: openparliament.id)

Saya memiliki beberapa teman politikus. Sebagian dari mereka cukup sukses. Terpilih menjadi anggota dewan, terlihat gagah dengan pin dan baju safari. Lalu saya berpikir, jika ada peluang, apakah diriku akan "banting stir" menjadi seorang politikus juga?

Iya, istilah "banting stir" mungkin akan saya gunakan disini. Sebabnya teman-temanku yang berkecimpung di dunia politik, dulunya juga biasa-biasa saja. Seperti diriku, warga sipil yang (mungkin) agak rabun politik.

Saya pun mulai melakukan analisis ala kadarnya. Mengapa mereka bisa sukses? Si Ali (nama samaran) sedari masih menjadi pelajar ia sudah senang berorganisasi. Pada saat kuliah, ia sering turun di jalan menyuarakan isi hatinya.

Lain pula bagi si Bejo (nama samaran). Hanya karena dipanas-panasi oleh sahabat dekatnya, ia pun terjun ke dunia politik. Dari acuh menjadi serius, bagi Bejo politik itu adalah seni mengelola hati. Mudah pelajari.

Sementara si Calik (nama samaran) adalah anak seorang pengusaha sukses. Ayahnya merasa risih dengan perkembangan usahanya yang sering dipolitisasi. Syahdan, si Calik pun didorong. Alhasil ia kini menjadi anggota dewan yang terhormat.

Saya turut menikmati proses kampanye mereka pada 2019 silam. Ali, Bejo, dan Calik hanyalah tiga orang yang berhasil. Jika mau dihitung, yang tidak berhasil masih banyak juga. Sekitar delapan orang kalau tidak salah.

Menurut kebanyakan orang, kunci suksesnya ada di "logistik." Alias, kalau gak punya modal jangan pernah bermimpi. Bisa saja perkiraan ini juga benar. Sebabnya ketiga kawan yang berhasil itu tidak miskin-miskin amat. Tajir malahan.

Tapi, apakah memang demikian?

Suatu waktu saya ngopi dengan si Bejo. Melihat hidupnya yang sudah "sukes" sayapun bertanya iseng, "objekannya sudah banyak?"

Tapi, dasar politikus. Si Bejo hanya menjawab diplomatis, "ah, kan aku untuk kepentingan rakyat. Rejeki biar dari Tuhan saja." Ingin tertawa, takut rosa. Nama Tuhan sudah dibawa-bawa, artinya "elu diam aje. Wkwkwkwk"

Jadilah artikel ini kubuat. Temanya mengapa orang mau berpolitik? Adakah keuntungan finansial yang bisa dipakai untuk mengembalikan "modal"? Jika iya, dari mana saja sumber dananya?

Legal atau serempetan? Apakah cukup? Lalu mengapa banyak yang tertangkap korupsi? Dan segudang pertanyaan lainnya yang kurang lebih sama.

Atau jejangan, pikiranku yang terlalu liar. Orang berpolitik bukan untuk kepentingan pribadi. Ada idealisme besar yang seharusnya diidam-idamkan.

Konten dari artikel ini disusun secara substantif. Alias berdasarkan simpulan umum, bukan berasal dari pengalaman pribadi. Sumbernya main comot sana-sini. Jadi kemungkinan besarnya hanya membahas kulit luarnya saja.

Tapi, tidak apa-apalah. Anggap saja diriku sedang melakukan riset sederhana. Menjawab rasa penasaranku dan (mungkin) sebagian pembaca.

So, kesimpulannya begini teman-teman:

Partai Politik di Indonesia adalah organisasi yang sah secara hukum. Dibentuk oleh sekumpulan WNI yang secara sukarela atas dasar kesamaan cita-cita. Tujuannya untuk membela kepentingan politik anggota, bangsa, dan negara.

Dikutip dari beberapa sumber, setiap parpol mempunyai cara yang berbeda untuk mendapatkan dana. Beberapa menerapkan rekening khusus. Asalnya dari setoran bulanan atau iuran pribadi para kadernya.

Jumlah setoran tidak dirincikan. Tidak pula tertera dalam undang-undang. Tapi, anggota yang sukses terpilih di kursi dewan biasanya memiliki setoran tambahan. Mengapa? Iya, karena mereka digaji.

Lain iuran, lain pula sumbangan. Benar, parpol bisa menerima sumbangan dari masyarakat. Akan tetapi, keabsahan sumbangan diatur melalui undang-undang. Tepatnya UU Nomor 2 Tahun 2011, Pasal 34 dan 35.

Perinciannya sbb:

Peorangan yang bukan anggota Parpol, maksimal 1 miliar rupiah per tahun. Perusahaan (badan usaha) paling banyak nilainya 7,5 miliar rupiah dalam setahun anggaran.

Selain itu, ada juga sumber dana yang berasal dari pemerintah. Sumbernya berasal dari APBN / APBD. Seperti Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009. Isinya tentang bantuan finansial kepada Parpol. Dinyatakan bahwa ada bantuan Rp108 per suara per tahun bagi parpol yang mendapatkan kursi di DPR RI pada pemilu terakhir.

Sebagai contoh. Partai A mendapatkan 10 juta suara rakyat. Bantuan yang didapatkan adalah sebesar Rp1,08 miliar per tahun. Durasinya selama 5 tahun hingga pemilu berikutnya diadakan.

Kendati demkian, dalam praktiknya sumber keuangan yang berasal dari negara memiliki aturan pelaksanaan yang cukup kompleks. Hal ini dikarenakan ada pertimbangan pengelolaan keuangan negara (daerah) yang menyentuh azas ketertiban, keadilan, kepatutan, akuntabilitas yang bisa memberikan manfaat kepada masyarakat.

Jumlah Rp108 per suara hanyalah contoh yang saya ambil dari sumber (klik di sini). Berdasarkan Pasal 5 Peraturan Pemerintah (PP) tentang Banparpol junto pasal 5-10, perhitungan bantuan kepada parpol yang memperoleh kursi di DPR/DPRD diatur sebagaimana berikut;

Nilai bantuan per suara = Jumlah Bantuan pada APBN/APBD dibagi dengan jumlah perolehan suara. Keduanya berdasarkan data tahun sebelumnya.

Lalu setelah nominal bantuannya keluar, keluarlah alokasi anggaran pada tahun selanjutnya. Nilai per suara dengan hitungan yang sama ini kemudian dialokasikan kepada setiap parpol berdasarkan total suara yang mereka peroleh.

Sebagaimana yang disebutkan, penggunaan dana bantuan negara harus berdasarkan azas transparansi, ketertiban, keadilan, kepatutan, dan bermanfaat bagi masyarakat.

Lalu, penggunaan dana itu diperbolehkan untuk apa saja?

Berdasarkan Pasal 24 Permendagri junto pasal 9, dana bantuan akan diprioritaskan untuk: 1) Pendidikan politik bagi anggota parpol. Sedikitnya 60% dan 2) kebutuhan operasional Parpol.

Pertanggungjawaban terhadap penggunaan dana diikat oleh Undang-Undang. Disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), setahun sekali, paling lambat satu bulan setelah tahun anggaran berakhir. Selanjutnya, BPK kemudian melaporkan hasil auditnya kepada para pemangku jabatan yang berwenang.

Bagaimana dengan para politisi?

Mari kita mulai dulu dengan mereka yang berhasil duduk di kursi Dewan. Tentunya ada gaji pokok, tunjangan, fasilitas, dan juga dana pensiun. Tidak perlu saya rincikan terlalu dalam, informasi tersebut dengan mudah bisa diakses di dunia maya.

Selain menjadi anggota dewan, setiap parpol juga mempunyai kebijakan tersendiri. Para pengurusnya digaji. Dari ketua partai, pengurus, hingga staf administrasi. Jumlahnya bervariasi, tergantung kepada kebijaksanaan setiap parpol.

Makanya, si Bejo adem ayem saja. Pekerjaannya sekarang bisa dikatakan adalah politisi. Bisnisnya ia suruh istrinya yang urus. "Jelas, kepentingan rakyat harus diutamakan," saya mengutip kembali kata-katanya kepadaku.

Namun, bagaimana dengan kawanku yang tidak terpilih? Sebagian masih aktif sebagai anggota parpol. Sebagian lagi sudah pensiun dini. Kembali ke habitat semulanya. Sebagai pedagang maupun professional.

Untungnya tidak ada yang gila, seperti yang seringkali saya lihat di media. Tidak terpilih sebagai anggota dewan katanya bisa kalap. Konon dari televisi hingga sapi semuanya dijual. Sekarang sudah tidak ada apa-apa lagi.

Saya kembali berpikir, apa sih benefitnya menjadi politisi? Ah, tentu ada idealisme yang besar di sana-sini. Rasa cinta kepada NKRI menjadi racikan takada duanya.

Tapi, soal duit? Mungkin benar ya, cinta kepada negara dan bangsa perlu pengorbanan besar. Tidak apa-apalah merogoh kantong sendiri, yang penting rakyat sejahtera.

Dan ucapan kawanku kembali terngiang di telingaku, "soal rezeki biar dari Tuhan saja."

**

Acek Rudy for Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun