Peorangan yang bukan anggota Parpol, maksimal 1 miliar rupiah per tahun. Perusahaan (badan usaha) paling banyak nilainya 7,5 miliar rupiah dalam setahun anggaran.
Selain itu, ada juga sumber dana yang berasal dari pemerintah. Sumbernya berasal dari APBN / APBD. Seperti Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009. Isinya tentang bantuan finansial kepada Parpol. Dinyatakan bahwa ada bantuan Rp108 per suara per tahun bagi parpol yang mendapatkan kursi di DPR RI pada pemilu terakhir.
Sebagai contoh. Partai A mendapatkan 10 juta suara rakyat. Bantuan yang didapatkan adalah sebesar Rp1,08 miliar per tahun. Durasinya selama 5 tahun hingga pemilu berikutnya diadakan.
Kendati demkian, dalam praktiknya sumber keuangan yang berasal dari negara memiliki aturan pelaksanaan yang cukup kompleks. Hal ini dikarenakan ada pertimbangan pengelolaan keuangan negara (daerah) yang menyentuh azas ketertiban, keadilan, kepatutan, akuntabilitas yang bisa memberikan manfaat kepada masyarakat.
Jumlah Rp108 per suara hanyalah contoh yang saya ambil dari sumber (klik di sini). Berdasarkan Pasal 5 Peraturan Pemerintah (PP) tentang Banparpol junto pasal 5-10, perhitungan bantuan kepada parpol yang memperoleh kursi di DPR/DPRD diatur sebagaimana berikut;
Nilai bantuan per suara = Jumlah Bantuan pada APBN/APBD dibagi dengan jumlah perolehan suara. Keduanya berdasarkan data tahun sebelumnya.
Lalu setelah nominal bantuannya keluar, keluarlah alokasi anggaran pada tahun selanjutnya. Nilai per suara dengan hitungan yang sama ini kemudian dialokasikan kepada setiap parpol berdasarkan total suara yang mereka peroleh.
Sebagaimana yang disebutkan, penggunaan dana bantuan negara harus berdasarkan azas transparansi, ketertiban, keadilan, kepatutan, dan bermanfaat bagi masyarakat.
Lalu, penggunaan dana itu diperbolehkan untuk apa saja?
Berdasarkan Pasal 24 Permendagri junto pasal 9, dana bantuan akan diprioritaskan untuk: 1) Pendidikan politik bagi anggota parpol. Sedikitnya 60% dan 2) kebutuhan operasional Parpol.
Pertanggungjawaban terhadap penggunaan dana diikat oleh Undang-Undang. Disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), setahun sekali, paling lambat satu bulan setelah tahun anggaran berakhir. Selanjutnya, BPK kemudian melaporkan hasil auditnya kepada para pemangku jabatan yang berwenang.