Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Jadilah Entrepreneur yang Membanggakan Indonesia

9 Oktober 2022   13:27 Diperbarui: 10 Oktober 2022   13:50 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lazarus adalah karyawanku yang sudah bekerja selama lebih dari dua dekade. Tugasnya serabutan, dari tukang kebun, supir, hingga menghabiskan makanan di lemari. Mungkin karena itu, ia bisa disebut sebagai entrepreneur.

Lha, kok bisa?

Sebabnya begini sobat. Beberapa saat yang lalu saya pernah memelihara sepasang ayam kate. Namun, karena merasa kurang mampu mengurusinya, saya pun menghibahkan ayam-ayam manis tersebut kepada Lazarus.

Beberapa bulan setelahnya, saya mendengar kabar jika Lazarus menjual ayam-ayam katenya. "Lha, kalau gak mau pelihara kenapa dijual?" tanyaku sedikit mencekam.

"Tidak, Koh. Itu anak-anaknya," jelasnya.

Barulah kusadari, ternyata Lazarus berternak ayam kate. Ketika saya bertanya lebih dalam lagi, hasil penjualan ayam-ayam katenya lumayan. Minimal bisa melebihi gaji bulanannya.

Jadi, jelas. Lazarus adalah seorang entrepreneur

Dalam bahasa Indonesia, entrepreneur adalah wirausaha. Lazarus memang bukan pengusaha, tetapi ia telah memiliki beberapa persyaratan yang dapat dikategorikan sebagai seorang wirausaha, yakni:

  • Menciptakan bisnis baru.
  • Menanggung resiko dalam berproses.
  • Memecahkan masalah hambatan dalam berproses.
  • Menikmati sebagian besar keuntungannya.

Lazarus hanya salah satu contoh entrepreneur di sekitarku. Daeng Bahar adalah yang kedua. Sebagai keturunan Raja-raja Gowa, supir pribadiku ini mewarisi berbagai ilmu kuno, termasuk pengobatan.

Andalannya adalah Kopi yang dicampur dengan air rebusan dari sejenis akar pohon. Fungsinya untuk vitalitas (demikian asumsiku). Rasanya pekat-pekat manis, enak di lidah. Saya menjadi salah satu penikmatnya. Setiap pagi, tiada hari tanpa kopi yang saya namakan Kobar (Kopi Bahar).

Hingga suatu hari, entah setan mana yang merasukinya, saya melihat Daeng Bahar bercuap-cuap di Facebook. "Kopi Kobar, cocok untuk mengembalikan stamina tubuh... [...]."

Sambil membayangkan "efek vitalitas" dari nikmatnya kopi Kobar, diam-diam saya terkagum-kagum dengan kemampuan Lazarus dan Daeng Bahar. Dalam kesederhanaan, mereka bisa berpikir brilian. Warbiasaaa!

Edward adalah sahabatku dari Singapura. Ia adalah seorang yang "haus" menjadi pebisnis di Indonesia. Menurutnya, peluang masih besar namun jiwa entrepreneur orang Indonesia masih "bodong."

Saya buru-buru menyanggahnya. Saya sebutkan jika menjadi entrepreneur di Indonesia tidaklah sulit. Dengan modal SGD1.000 (sekitar Rp10 juta) saja, seseorang sudah bisa menjadi entrepreneur. Jari ini lalu menunjuk kepada jejeran warung kecil sepanjang jalan AP Pettarani, Makassar.

Tentu bukan entrepreneur semacam itu yang Edward maksudkan. Si "khia-su" ini merujuk kepada bisnis besar yang bermodalkan ratusan ribu Sing Dollar.

*Catatan: Khia-su = rujukan kepada sifat orang Singapura yang tidak mau mengalah.

Edward bisa saja protes, tetapi saya tidak mau tahu. Toh, yang ia maksudkan adalah pelaku bisnis baru. Dan di Indonesia, hal tersebut mengacu kepada pelaku UMKM yang jumlahnya jutaan. Tentunya mengalahkan Singapura yang penduduknya hanya segelintir.

Sayangnya, teoriku tidak benar. Mengacu kepada data Kementerian Industri, Indonesia memiliki entrepreneur sekitar 8 juta jiwa. Namun dari sisi persentase, hanya berkisar 3% saja. Sementara di Singapura, jumlahnya sudah 10%. Indonesia juga masih kalah dari negeri Jiran Malaysia yang sudah mencapai 5%.

Walaupun demikian, Indonesia tetap diuntungkan. Marilah kita berhitung

Daeng Bahar menjual kopinya seharga Rp20.000 per botol. Konon dalam sehari ia bisa menjual minimal 10 botol. Pendapatan kotornya dalam sebulan adalah Rp6 juta. Modalnya? Hanya sebuah botol kosong, air panas, kopi sachet, dan akar pohon yang ia tanam di pekarangan rumahnya.

Bandingkan dengan UMP Sulawesi Selatan. Pendapatannya dua kali dari itu.

Lebih lanjut, Kementerian Industri mencanangkan untuk mencari 4 juta entrepreneur baru lagi. Standar internasionalnya sih sudah tercapai. Angkanya hanya 2%. Tapi, masa sih kalah sama negara tetangga?

Tapi ini bukan soal kompetisi atau gengsi-gengsian. Faktanya, Indonesia memang membutuhkan itu. Mau tahu sebabnya?

Entrepreneur adalah penggerak roda ekonomi, pencipta lapangan kerja, tidak tergantung kepada orang lain, dan memiliki peluang untuk lebih sejahtera lagi. Thus, yang terpenting adalah menciptakan manusia-manusia Indonesia yang unggul berkompetisi.

Sudah banyak kursus tentang bagaimana menjadi seorang entrepreneur yang baik. Berbagai jurus A-Z sudah ditelurkan, tapi tetap saja -- Hanya sedikit yang berhasil.

Sebaliknya, si Lazarus dan Daeng Bahar bukan di antara mereka yang pernah mengambil kursus. Peluang ada di depan mata dan mereka mengeksekusinya.

Saya adalah seorang pengusaha, bergaul dengan banyak pengusaha, dan memiliki banyak teman sebagai pengusaha. Tapi, apakah mereka semua entrepreneur?

Tidak semuanya, sodara-sodara. Mengapa?

Karena bagi saya, pengusaha adalah profesi. Dalam teori keseimbangan (Yin-yang) Tiongkok kuno, pengusaha adalah sisi "Yang." Sesuatu yang jelas terlihat dan mudah dikenali. Namun, tidak semuanya bisa disebut sebagai entrepreneur.

Itu karena tidak semua pengusaha berani bermimpi. Tidak semua pengusaha berani ambil risiko. Dan tidak semua pengusaha berpikiran terbuka, konsisten dengan tujuan awal, dan tidak mudah terdistraksi dengan keadaan.

Kebanyakan pengusaha sudah nyaman di zona aman. Mereka adalah oportunis yang menunggu disodorkan kesempatan, bukannya mencari peluang.

Ih, kok ngeri amat sih jadi entrepreneur?

Hmmm... Menurut saya sih, seyognyanya entreprenurship berasal dari dalam dan bukan paksaan dari luar. Sekali lagi, dalam teori "Yin-yang" entrepreneurship mengacu kepada unsur Yin. Sesuatu yang tak terlihat tapi melekat erat. Kendati demikian, si Yin ini juga bukan talenta yang telah dibawa sejak lahir. Menjadi entrepreneur itu adalah tentang keinginan untuk berubah.

Lalu bagaimana caranya?

Pertama, Berani berpikir Berbeda

Saya sudah pernah membahas tentang memanfaatkan niche market dalam persaingan bisnis. Ini adalah tentang berpikir, bersikap, dan bertindak berbeda. Dalam melihat peluang, seseorang seyogyanya tidak boleh menjadi followers. Karena dengan demikian, ia tiada bedanya menjadi sebutir pasir di tengah gurun.

Baca Juga: Memanfaatkan Niche Market dalam Persaingan bisnis

Seorang entrepreneur harus berani mencari kesempatan di tengah kegelapan. Ia harus mampu muncul dengan ide kreatif yang sebelumnya tidak terpecahkan. Bagaimana kalau gagal? Gampang, coba lagi. Ini adalah soal tekad, bukan gagal atau berhasil.

Kedua, Menetapkan Risiko Terukur

Kendati demikian, bisnis juga harus dengan perhitungan. Risiko memang ada, tetapi jadikanlah ia terukur. Nah, untuk membuatnya terukur, saya punya istilah tersendiri, yakni Strategi 3E: Entry, Enggage, dan Exit.

Dalam istilah Marketing, Entry Strategy adalah penerapan perusahaan untuk memasuki segmen pasar bagi produknya. Sederhananya, seberapa besar kemampuan untuk menggarap sebuah bisnis.

Sementara Enggage Strategy mengacu kepada seberapa paham seseorang dengan lingkungan bisnis baru, seberapa besar komitmennya dalam menjalankan usaha, serta seberapa jauh keterlibatan dirinya nanti dan juga siapa saja yang terlibat.

Terakhir adalah Exit Strategy. Tidak semua bisnis bakal sukses. Ini buka pernyataan yang menakut-nakutimu, tetapi sudahkah Anda siap menghadapinya jika itu terjadi? Pikirkan apa yang bisa Anda lakukan jika hal ini terjadi.

*Aplikasi Strategi 3E ini cukup panjang untuk dibahas. Saya akan merincikannya dengan sebuah artikel terpisah.

Ketiga, Sense Your Karma

Sobat, ini bukan pelajaran spiritual. Meskipun terkadang spiritualitas adalah salah satu faktor penentu kesuksesan seorang entrepreneur. Ingat, entrepreneurship adalah jiwa, bukan penampakan fisik.

Sebagai seorang Numerolog, saya sering memberikan advis kepada teman-teman untuk menemukan tujuan hidup (lifepath). Tapi, pada akhirnya kita harus sadar jika terkadang lifepath-lah yang menemukan kita.

Intinya adalah jangan ikut-ikutan. Setiap orang memiliki porsi yang berbeda di dunia ini. Itulah makna keberagaman. Dan yakinlah jika kita pasti memiliki bentuk terbaik kita (dalam Numerologi namanya Inner Strength).

Kesempatan akan datang kepada kita. Untuk menemukannya, satukan frekuensi diri dengan alam semesta. Cara yang terbaik adalah dengan selalu tenang, menjaga pikiran, ucapan, dan tindakan dalam bentuk terbaiknya.

Mengutip pernyataan Bhante Uttamo, "Ketenangan Batin adalah Kunci Kesuksesan."

Keempat, Lakukan, Lakukan, Lakukan.

Sahabat saya bernama Krishnamurti. Ia adalah seorang Mindset Motivator. Dalam berbagai kesempatan, ia selalu mengedepankan motto sederhana -- Lakukan, Lakukan, dan Lakukan.

Baginya, penundaan adalah awal dari kegagalan. Jika tekad sudah bulat, maka mulailah berjalan. Halangan hanyalah delusi yang memperlambat langkah untuk mencapai tujuan.

Ia mencontohkan dua orang yang akan berpergian ke pasar. Saat itu hujan lebat, sehingga si A memutuskan untuk berhenti sejenak. Sementara si B dengan penuh semangat membawa payung dan jas hujan. Perbedannya tidak banyak, hanya berjarak satu jam saja.

Namun, satu jam dalam hidup ini memiliki arti harafiah yang luas. Ia melambangkan semangat untuk memulai, melambangkan konsistensi untuk berjalan, dan melambangkan kesempatan yang mungkin tidak akan muncul untuk kedua kalinya.

**

Selama tiga dasawarsa menekuni dunia usaha, sudah banyak transformasi yang saya temukan. Banyak pengusaha sukses yang dulunya berangkat dari nol. Sementara sebagian lagi masih terlihat berjalan di tempat.

Apa yang membedakan mereka?

Kejujuran tentunya adalah hal yang pertama. Tanpa itu, tiada tempat yang layak bagi mereka.

Kedua, semangat yang tidak pernah padam. Tanpa itu, jalan menuju kesuksesan hanyalah kisah Ali Baba tanpa penyamun.

Ketiga, jaringan. Saya melihat bahwa mereka yang sukses adalah orang-orang yang supel dan suka berkawan. Atau setidaknya, mereka menghargai persahabatan.

Keempat, jangan pernah padam. Masih ingat kisah dalam perumpamaan Who Moved My Cheese?" Si kurcaci yang terlalu banyak pertimbangan akhirnya mati di lumbung padi.

Sobatku...

Kita tinggal di lumbung padi yang bernama Indonesia. Saya bisa memaklumi, mengapa Kementerian Perindustrian begitu greget mencari empat juta entrepreneur baru. Kesempatan sudah ada di depan mata dan menjadi entrepreneur pada dasarnya bukanlah mimpi.

Sejatinya, ia adalah impian yang nyata bagi setiap orang yang hanya terhalang oleh keengganan. Jangan pernah berputus asa. Ciptakan impian yang indah bagimu dan orang-orang yang berada di sekitarmu. Kamu juga akan menjadi putra-putri bangsa yang membanggakan Indonesia.

Semoga Bermanfaat

**

Acek Rudy for Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun