"Tumben belum tidur, Mba Yayuk?" Suara Dito memecah keheningan malam.
Bukannya sapaan, tapi suara merdu Mba Yayuk yang terdengar. Mendendangkan lagu "Tak Ingin Usai" milik Keisya Levronka.
Dito ingin menyapa lebih lanjut. Tapi, ia urung merepotkan si ibu kos yang kelihatannya sedang sibuk menyelesaikan skripsinya.
"Aku tidur dulu deh Mbak," Dito pun melangkah kembali masuk ke kamar.
**
Keesokan pagi Dito bangun sedikit kesiangan. Tubuhnya masih terasa lelah. Di luar kamar, beberapa teman kosnya sedang berkumpul. Terlihat dari ekspresi wajah-wajah mereka, sesuatu yang serius sedang dibicarakan.
Di antara kerumunan terlihat Mba Yayuk sedang berbicara melalui telpon selular. Ia tampak panik.
"Jadi, nasib kita gimana dong, Mba?" ujar Ramlah, anak kos yang paling ceriwis.
Mba Yayuk tidak menjawab. Ia masih terus menyerocos dengan hapenya. Ia tampak marah dan mengumpat. Meskipun cukup keras, Dito tidak paham apa yang sedang dibicarakan.
"Ya, mau bilang apa lagi. Keputusan sudah diambil. Kita harus angkat kaki dari sini," ujar Mba Yayuk kepada Kang Dullah yang berdiri di sampingnya.
Semua terdiam, tak terkecuali Dito yang barusan bergabung. Dari ucapan Mba Yayuk sekilas, Dito tahu sepertinya rumah itu tidak akan lagi menjadi kos-kosan. Tapi, Dito tidak tahu sebabnya.