Sebelum si agen majalah berkomentar lebih jauh lagi, saya menjawabnya singkat. "Saya mau jadikan koleksi pribadi saja."
Itulah sekilas tentang kisah yang sedang hangat-hangatnya di zaman bapakmu. Majalah yang kumaksud adalah Playboy Indonesia.
Ini kisahnya...
Playboy Indonesia terbit perdana pada 7 April 2006. Sejatinya, majalah ini sudah menuang kontroversi jauh hari sebelum diterbitkan. Adalah beberapa ormas dan masyarakat anti pornografi yang gencar menentang.
Tapi Erwin Arnada, Pimred Playboy Indonesia tetap bersikeras dengan rencananya. Edisi pertama pun terbit, Andhara Early menjadi model sampul pertama majalah dan Kartika Oktavina Gunawan menjadi Playmate pertama dari Indonesia.
Alhasil, Erwin Arnada menuai kecaman keras. Ormas Front Pembela Islam (FPI) mendatangi kantor redaksi Playboy di Simatupang, Jakarta Selatan. Dengan unjuk rasa yang anarkis, mereka merusak Gedung AAF (Aceh Asean Fertilizer). Pemilik Gedung gerah dan meminta Playboy angkat kaki dari sana.
Koordinator FPI, Habib Alwi Usman bersikeras jika majalah Playboy harus ditarik dari pasar. Alasan utamanya karena dalam Bahasa Betawi, Playboy adalah bandot yang berarti pria yang merusak wanita dan anak-anak.
Kantor redaksi kedua berlokasi di perkantoran Fatmawati Mas, Jakarta Selatan. Di sini jauh lebih aman, karena lokasi tersebut dijaga oleh Masyarakat Betawi sekitar.
Di depannya terpajang poster yang bertuliskan, "Silahkan demo, tapi jangan anarkis." Komunitas Betawi yang menjaga di sana berkata bahwa mereka akan menjaga keamanan kompleks.
"Jika memang Playboy harus tutup, biarlah keputusannya dari pemerintah, jangan main hakim sendiri," ungkap salah satu tokoh Betawi.
Beberapa minggu setelah kejadian penyerangan FPI ke kantor Playboy, Erwin Arnada dipanggil polisi. Ia dijadikan tersangka oleh pihak Bareskrim Polri. Pihak kepolisian berkata pemanggilan Erwin terkait tuduhan yang dilayangkan kepadanya tentang pelanggaran pasal 282 KUHP Tentang Kesusilaan.