Ian Robertson menyediakan jasa pelayat professional dengan patokan harga 45 poundsterling per jam. Bisnisnya laris manis, Ian berkata jika dalam waktu setahun ia bisa menerima 52 pesanan. Artinya setiap minggu ada saja yang membutuhkan jasa perusahaannya.
Jumlah tersebut terus meningkat pada tahun kedua. Ian bahkan harus menolak sekitar 60an pesanan gegara terkendala jarak. Pesanan tidak saja datang dari tempat tinggalnya, tapi dari seantero Inggris Raya.
Di Amerika Serikat, sebuah rumah pemakaman yang berlokasi di Fort Worth, Texas menambah daftar produknya berupa penyewaan pelayat professional. Tugas mereka menangis dan memancing kesedihan. Bayarannya juga tidak murah. Konon dipatok beberapa puluh hingga ratusan dollar AS per satu kali acara.
Dengan demikian, apakah menangis pada acara pemakaman benar-benar penting? Jika iya, tujuannya untuk apa.
Marilyn Mendoza yang menulis buku "We Do Not Die Alone (2008)"Â mengatakan jika pekerjaan pelayat professional sudah ada sejak era Romawi Kuno. Pada masa itu tugas mereka lebih berat lagi. Bukan hanya menangis sejadi-jadinya, tapi juga melukai dirinya sendiri. Seperti merobek baju hingga mencakar muka sendiri.
Semakin banyak pelayat professional yang datang, semakin terpandang status keluarga. Setelah 2000 tahun berlalu, sepertinya tujuan menyewa pelayat professional juga tidak berubah.
Menangis mewakili simbol status keluarga. Ternyata manusia yang sudah mati pun masih peduli pada gengsi dan melekat pada ketenaran. Benar gak ya?
**
Acek Rudy for Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H