Mengapa?
Harus diingat, dalam dunia bisnis ada istilah persaingan tidak langsung. Sebuah merek mie instan tidak hanya bersaing dengan merek lainnya. Mereka juga bersaing dengan nasi padang, bakso, dan siomay.
Jika harga mie instan naik secara drastis, dikhwatirkan para penggemar mie instan akan mengalihkan kebiasannya. Indomie, Mie Sedaap tidak akan membiarkannya.
Sekali lagi, mengapa?
Penurunan market share Indomie sebesar 15% adalah sebuah bencana industri. Sribugo Suratmo, mantan Ketua Umum Asosiasi Biskuit, Roti, dan Mi Instan (Asrim) mengatakan bahwa mendapat pangsa pasar 2% saja, sebuah perusahaan mie instan sudah bisa hidup.
Ini terkait dengan besarnya pasar mie instan di Indonesia. Menurut World Instant Noodles Association, pada 2021 Indonesia adalah negara kedua terbesar di dunia dalam hal konsumsi mie instan.
Jumlahnya setara dengan 13,27 miliar bungkus. Terbesar adalah China dengan 43,99 miliar bungkus. Jumlah konsumsi mie instan Indonesia naik sebesar 4,98% dari tahun lalu. Dan dalam lima tahun terakhir, pasar ini terus bertumnbuh.
Dalam mata uang, total 13,27 miliar itu setara dengan US$ 3,03 milliar. Atau 43,9 triliun rupiah dalam setahun (kurs: Rp.14.500). Amazing!
Sekali lagi masyarakat tidak perlu khwatir akan isu kenaikan harga mie instan. Melihat sejarah pertempuran dua raksasa mi instan, mereka benar-benar tidak rela jika pangsanya tergerus.
Lebih baik menjual rugi, menahan nafas sebentar, hingga harga dan supply gandum internasional kembali normal, daripada kehilangan konsumen.
**