Saya memiliki seorang kawan. Sebut saja namanya Leo. Ia adalah konsultan keuangan dan pasar saham. Beberapa kebiasaannya saya sertakan pada tulisan ini, semoga bisa memberikan ilham bagi pembaca.
Cash is the King
Leo memiliki kebiasaan yang mungkin terkesan serakah, mengumpulkan uang sebanyak mungkin.
Setiap minggu ia menjalankan ritual unik, mengutak-atik sebuah neraca sederhana. Jumlah uang yang ia terima dalam seminggu, harus lebih banyak dari yang ia keluarkan.
Leo tidak pernah terlihat susah secara keuangan, karena prinsipnya yang sederhana. Uang masuk harus lebih banyak dari uang yang keluar.
Tidak Boros
Tapi, Leo tidak pelit. Setiap kali saya berkunjung ke Jakarta, ia selalu mentraktirku. Di restoran yang cukup mahal pula. Apakah artinya ia boros?
Menurutnya sih tidak, masih sesuai kemampuannya. Tapi, ia pelit kepada dirinya sendiri. Leo hanya mengeluarkan uang bagi sesuatu yang ia anggap perlu. Begitu pula kebutuhan keluarganya. Prinsipnya cukup sederhana, bahagia dengan kepemilikan bukan berarti berlebihan.
Saya jadi ingat gaya hidup minimalis. Leo telah lama mempraktikkannya. Jauh sebelum tren ini viral di dunia maya. Ia hemat, tapi tidak pelit.
Leo juga pandai mengatur pos keuangan. Meskipun duitnya banyak, ia cukup disiplin untuk mengecek kebutuhan, plus harga yang harus ia keluarkan. Kebiasaan ini sangat membantunya dalam situasi krisis.
Melunasi Utang
Salah satu keuntungan Leo adalah karena ia tidak memiliki utang. Itulah sebabnya ia tidak terlihat susah dalam melewati dua periode krisis ekonomi Indonesia (2008,2020)
Tapi, kasus seperti dirinya jarang ditemui. Hampir pasti setiap manusia memiliki utang. Baik yang jangka panjang seperti cicilan rumah, atau yang pendek, seperti kartu kredit yang belum jatuh tempo.
Menurut Leo, ada tiga prinsip dalam berutang. Yang pertama adalah berteguh bahwa utang untuk dilunasi, bukan dikonsumsi.