Syahdan dengan keahlian detektif conan, Atong pun mengendap di siang bolong. Masuk ke kamar ayahnya, dan sebungkus kondom dari laci pun berpindah ke saku celana. Atong tersenyum lebar, mengelus bulunya sambil berujar, "engkau berhasil..."
Keesokan paginya, Atong dengan penuh semangat pergi ke sekolah. Di kepalanya sudah ada beberapa pilihan. Widz si rambut ikal, atau Diah si hidung bangir. Tapi, ada juga Siti si ketua kelas.
"Ah, yang mana saja deh," Atong membatin.
Lalu apa yang harus dilakukan? Atong bingung. Plastik kondom masih dalam bungkusan. Atong tidak berani membukanya. Cukup terlihat dari luar, bungkusnya plastiknya transparan. Ada benda bulat bening di dalamnya.
Hari ini ada pelajaran biologi. Bak bulu dicinta ulam pun tiba. Guru mengajarkan pendidikan reproduksi, kondom sebagai alat peraga.
"Anak-anak, ini namanya kondom..." Pak Guru Arif memperlihatkan sebungkus plastik kecil. Bentuknya persis seperti yang ada di kantong Atong.
"Mari kita buka yaaa, bentuknya bulat gepeng..." Pak Guru Arif melanjutkan.
"Lalu, kita tarik... nah memanjang..."
Atong tidak berkedip, ia dengan seksama memperhatikan penjelasan pak guru Arif.
Suasana kelas riuh. Remaja putri senyum-senyum, saling cubit-cubitan. Memberi kode. Entah gegara malu atau suka. Â Â
Murid lelaki berteriak-teriak kegirangan, saling ejek-ejekan. Seakan-akan mereka sudah tahu jika itu adalah jimat untuk mencari jodoh.