H. Suparman Ishak, pimpinan BSJ sesumbar. Uang masyarakat yang dikumpulkan, diinvestasikan kembali ke dalam berbagai lini usaha yang menguntungkan.
"Uang nasabah kami pakai pada usaha yang cepat menghasilkan untung," pungkasnya.
Suparman mengaku jika grup Kospin memiliki ratusan hektar tambak, dua SPBU, usaha perkebunan dan 25 truk untuk perdagangan kakao. Ia juga sesumbar jika usahanya akan terus berekspansi.Â
Dan memang sangat impresif. Sebabnya para pelaku usaha lainnya sampai pusing tujuh keliling menganalisis perhitungan usaha Kospin.
Pada saat bisnis masih manis, himbauan dari masjid-mesjid di kota Pinrang diabaikan. Khotbah tentang riba dan haram hanya masuk ke telinga kiri dan kembali ke hidung kanan.
Untungnya banyak, dan masyarakat percaya dengan bukti, bukan janji.
Bupati Pinrang kala itu, A. Firdaus Amirullah bahkan tidak bisa berbuat banyak. Ia hanya menjawab diplomatis ketika ditanya awak media;
"Wajar saja jika masyarakat tertarik, keuntungan berkali-kali lipat ada buktinya. Lagipula kredit di bank juga ribet. Kospin memberikan kemudahan dan juga keuntungan," ungkapnya, dikutip dari Harian Kompas 10 Juli 1998 (hal 9).
Euforia yang terlalu cepat dan lambannya ketegasan pemerintah akhirnya berbuah. Apa yang dikhwatirkan pun jadi kenyataan.
Semuanya bermula dari pembayaran yang mulai tersendat. Pihak Kospin mengeluarkan aturan baru bahwa dana yang bisa dicairkan maksimum hanya 1 juta rupiah per hari.
Berita ini menyebar dengan cepat. Kantor-kantor perwakilan Kospin mulai diserbu massa yang panik uangnya tidak dibayar.