Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Indonesia Punya Kapal Induk Jika Diperlukan, Puluhan Jumlahnya

3 Mei 2022   22:53 Diperbarui: 3 Mei 2022   22:56 6789
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kapal induk (internasional.kompas.com)

Pertanyaan ini sebenarnya sudah lama kusimpan, baru teringat ketika berbincang dengan seorang sahabat tadi pagi.

Kami baru saja membahas tentang Pearl Harbour, kekalahan Amerika dari Jepang. Ada 353 pesawat tempur yang dikerahkan, yang berasal dari 6 kapal induk Jepang.

Sampai di sini, saya sempat terdiam. Kejadian Pearl Harbour adalah tahun 1941. Itu sudah berlangsung lama, tepatnya 81 tahun yang lalu. Indonesia belum merdeka, tapi Jepang sudah memiliki kapal induk.

Sebentar lagi Indonesia akan memasuki usia 77 tahun. Pertanyaannya, mengapa hingga kini belum memiliki satu pun kapal induk? Bukankah negara kita adalah negara maritim?

Dugaan pertama saya tentang harga yang harus dirogoh oleh pemerintah Indonesia. Tentu saja harus dianggarkan dengan APBN Kementerian Pertahanan bukan?

Lalu, berapakah harga sebuah kapal induk? Dikutip dari sumber [1], USS Gerald R Ford adalah kapal induk terbaru AS yang sudah siap beroperasi sejak akhir 2021 lalu. Pembangunannya memakan waktu sekitar 7 tahun dan banderol yang ditawarkan adalah sekitar 180 triliun.

Baik, mungkin kemahalan. Sebelum USS Gerald R. Ford dibuat, Amerika menggunakan kapal induk kelas Nimitz. Meskipun dibangun pada 1970an, secara berkala AS selalu memperbaharui teknologinya. Harga yang ditawarkan lebih murah. Hanya sekitar 132,5 trilun rupiah saja.

Masih terlalu mahal, mari kita melihat kapal induk lainnya yang lebih murah. Saat ini dikabarkan China telah membangun kapal induk terbaru di Shanghai. Kapal induk ini dinamakan type 003. Belum ada kejelasan mengenai harganya.

Namun, China telah memiliki dua kapal induk, yakni Liaoning dan Shandong. Berdasarkan sumber [2] harga dari kedua kapal induk ini adalah 61,25 triliun rupiah saja.

Jika masih terlalu mahal, maka opsi terakhir adalah milik India. INS Vikramaditya adalah kapal induk bekas yang dibeli dari Uni Soviet. Dengan biaya renovasi, harga yang ditawarkan hanya 32 triliun saja.

Cukupkah kocek Indonesia untuk membeli sebuah kapal induk?

Sekarang mari kita bandingkan dengan anggaran pembelian alutlista Indonesia. Dikutip dari sumber [3], pada 2022 ini Kementerian Pertahanan mendapatkan alokasi anggaran terbesar dibandingkan Kementerian lainnya.

Totalnya adalah 133,9 triliun. Naik 13,28% dari 111,82 triliun pada APBN 2021. Posisi ini juga menempatkan Indonesia sebagai negara dengan anggaran militer terbesar kedua di ASEAN, setelah Singapura yang nilainya 166 triliun.

Jadi mengapa tidak membeli satu kapal induk?

Tentu saja anggaran militer bukan pembelian alutlista saja. Masih banyak kepentingan lainnya, seperti dukungan operasional tentara, biaya pemeliharaan peralatan militer, dan lain-lainnya yang harus terbagi secara merata kepada seluruh Angkatan.

Apalagi pengadaan kapal induk bukan hanya soal beli pakai saja. Ada biaya tambahannya. Kapal induk itu tidak berlayar sendiri. Ia bagaikan raksasa besar yang kuat, tapi lamban. Untuk itu maka harus ada pengawalan.

Biasanya ada armada pendukung pelengkap lainnya, seperti kapal selam, kapal perusak, dan juga kapal penyuplai. Jadi, kalau ditotal-total harga pengoperasian kapal induk bisa mencapai rata-rata 5,8 triliun per tahun.

Tetap saja, bukankah kapal induk itu penting?

Mengingat Indonesia adalah negara maritim, ada beberapa pendapat yang mengemuka tentang pentingnya Indonesia memiliki kapal induk.

Dilansir dari sumber [4], luasnya wilayah Indonesia sudah menjadi syarat utama bagi Indonesia untuk memiliki kapal induk. Sebabnya kapal induk tidak saja berguna saat perang.

Ia bisa juga berfungsi untuk penanganan bencana. Sebagai contoh, pada saat peristiwa tsunami Aceh (2004), Amerika mengerahkan USS Abraham Lincoln untuk membantu Indonesia.

Ini belum termasuk penanganan evakuasi kecelakaan laut. Seperti kecelakaan pesawat dan juga tenggelamnya kapal selam Nanggala-402 pada 2021 silam. Dengan adanya kapal induk, mungkin saja bisa membantu.

Selain itu, kapal induk juga bisa berfungsi untuk menjaga kedaulatan negara. Masih ingat peristiwa saat Indonesia kehilangan pulau Ligitan dan Sepadan? Saya hanya membayangkan satu skenario saja. Andaikan pada 2002 lalu, Indonesia "memarkir" kapal induknya di sana. Apakah yang terjadi?

Ah, saya terlalu banyak berfantasi. Bukannya penyelesaian sengketa melalui jalur hukum dan diplomasi? Biar saja, intinya negara tetangga akan keder juga jika melihat kapal induk Indonesia di sana.

Jadi, mengapa Indonesia belum juga memiliki kapal induk?

Ternyata jawabannya berada pada doktrin TNI. Dikutip dari sumber [5], Menurut Moeldoko, Panglima TNI pada 2014 lalu, doktrin TNI adalah Tri Dharma Eka Karma, yang artinya Pengabdian Tiga Matra dalam Satu Jiwa, tekad dan semangat Perjuangan TNI. Dengan kata lain, Indonesia cinta damai.

Sedangkan TNI-AL sendiri menganut paham Green Water Navy, alias tidak keluar dari perairan Indonesia. Keberadaan Angkatan Laut hanya diperuntukkan untuk menjaga kedaulatan RI.

Sementara lawan dari doktrin Green Water adalah Blue Water Navy. Negara penganut paham ini biasanya adalah tipe aggressor. Jadi, kapal induk itu memang bermanfaat, tapi hanya untuk negara yang garang saja. Indonesia bukan salah satunya.

Jadi, apa kesimpulan dari semua ini?

Ternyata memang cara terbaik untuk menangani konflik adalah dengan menghindari konflik.

Namun, jika benar-benar laut Indonesia dalam keadaan darurat perang, maka Indonesia akan mengeluarkan puluhan hingga ratusan kapal induk alamiahnya. Yakni jejeran pulau-pulau kecil yang bertebaran dari Sabang hingga Merauke. 

**

Acek Rudy for Kompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun