Peristiwa ini kusaksikan sendiri. Seorang anak, belum genap berusia 10 tahun sedang merokok. Ayahnya ada di sana dan sepertinya ia tidak peduli. Orang-orang di sekitarnya hanya menyelutuk kepadaku, "dari usia 6 tahun dia sudah merokok itu."
Miris iya...
Lalu kutemukan beberapa artikel terkait hal ini. Si bocah bukan satu-satunya. Saya kutip data WHO (sumbernya di sini). Sekitar 44 juta anak berusia 13-15 tahun di seluruh dunia merokok.
Lalu ada pula artikel dari bbc. Sensus tembakau pada 2010 mengungkapkan bahwa lebih dari 30% anak atau sekitar 20 juta anak Indonesia mulai merokok sebelum usia 10 tahun.
Data ini dilengkapi lagi oleh Lisda Sundari, Ketua Lentera Anak. Ia mengatakan jika berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Kemenkes 2013, hampir 80% perokok memulainya di bawah 19 tahun.
Sayangnya, survei-survei tersebut sudah cukup lama. Entah apa yang terjadi saat ini. Tapi, sepertinya tidak terlalu banyak perbedaan.
Sebabnya, anak-anak terlalu mudah mendapatkan rokok. Di warung-warung, tiada larangan usia untuk membeli rokok.
Terlalu banyak juga panutan perokok di sekitar anak. Kebebasan merokok di rumah, di jalan, di angkutan umum, semuanya memberikan kesan seolah-olah merokok itu baik-baik saja.
Bagi orang tua perokok sendiri, kenikmatan sepertinya mengalahkan kesehatan. Kebiasaan ini susah dihilangkan. Bahkan banyak di antara mereka mencari pembenaran. Katanya, tidak merokok juga bisa terkena kanker paru-paru.
Sebelum rokok belum menjadi industri besar seperti saat ini, tembakau telah dikenal di Amerika Selatan sejak 4000 tahun SM. Merokok dan mengunyah tembakau adalah bagian dari produk ritual, pengobatan, dan juga budaya.
Beberapa abad kemudian, tembakau mulai mendunia. Dikenal oleh bangsa Eropa dan dinikmati melalui pipa atau cerutu.
Penggunaannya lalu berkembang. Tembakau dilinting ke dalam kertas khusus, dan cikal bakal rokok modern pun lahir.
Awalnya rokok hanya dikonsumsi oleh para pelaut dan tentara saja, tapi kemudian menjadi konsumsi umum setelah mesin pembuat rokok pertama ditemukan oleh Juan Nepomuceno Adorno dari Meksiko pada 1847.
Lalu pada tahun 1880an, James Albert Bonsack dari AS membuat mesin yang lebih modern. Ia bisa mencetak 4 juta batang dalam sehari. Rokok pun berubah menjadi industri modern, dan pada abad ke-20 perokok berkembang pesat di dunia Barat.
Dari sinilah sejarah kelam itu dimulai...
Rokok dianggap sebagai bagian dari gaya hidup. Fungsinya adalah untuk kenikmatan. Bisa menghangatkan badan dan juga membuat pikiran rileks. Bahaya kesehatan akibat merokok belum dikenal.
Tapi, epidemi laten sudah terlanjur menyebar. Bukan hanya orang dewasa, anak di bawah umur pun jadi korban. Di negeri Paman Sam, awal abad ke 20, tidak aneh melihat anak-anak pekerja berkeliaran di jalan sambil merokok.
Rokok terlalu mudah untuk diakses, dan anak-anak tersebut menyisihkan jajanannya untuk sebatang dua batang rokok.
Setelah Depresi Besar berakhir, berbagai aturan baru pun dibuat untuk melindungi hak anak-anak. Tidak ada lagi pekerja di bawah umur, dan anak yang belum cukup umur harus berada di sekitar pengawasan walinya.
Sayangnya, rokok tidak dimasukkan ke dalam klausul. Anak-anak masih bebas merokok di mana-mana.
Bahaya merokok baru menjadi isu setelah Surgeon General meluncurkan penelitiannya pada 1964. Meski begitu, pemerintah Amerika masih setengah hati menyikapinya.
Iklan rokok masih bebas tayang di televisi dan belum ada batasan usia membeli rokok. Kendati demikian, masyarakat Amerika sudah mulai sadar. Mereka sudah mulai membatasi gerakan anak-anak mereka dari paparan merokok.
Secara perlahan tapi pasti, Amerika mulai melakukan banyak cara untuk membatasi kebebasan kaum perokok. Seperti, melarang merokok di atas pesawat, di rumah sakit, toilet umum, dan berbagai ruang publik lainnya.
Pemerintah dunia memiliki caranya tersendiri untuk membebaskan warganya dari polusi rokok. Sebagian keras, sebagian lagi terkesan membebaskan.
Menurut saya, Indonesia masih berada pada posisi tanggung. Tidak benar-benar melarang, tapi juga tidak membebaskan.
Bisa jadi, aturan setengah hati ini yang menjadi permasalahan, mengapa masih banyak generasi muda yang merokok.
Jadi, mungkin ada baiknya mencontohi aturan dari Malaysia.
Sebuah Rancangan Undang-undang tentang Tembakau dan Pengendalian Rokok sedang digodok di sana. RUU ini mencanangkan bahwa semua penjualan tembakau dan rokok adalah ilegal bagi warga kelahiran di atas tahun 2005. Harapannya agar rantai generasi perokok dapat terputus.
Adapun usulan waktu yang ditetapkan adalah tahun 2027. Pada saat itu, generasi kelahiran tahun 2005 akan memasuki usia 14 tahun. Mereka adalah kelompok generasi yang disasar.
Mengapa Indonesi tidak berpikir sampai ke situ ya?
**
**
Acek Rudy for Kompasiana
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI