Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Di Tengah Pandemi, China Masih Menutup Diri, Adakah Konspirasi?

3 April 2022   10:36 Diperbarui: 3 April 2022   10:56 859
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di Tengah Pandemi, China Masih Menutup Diri, Adakah Konspirasi? (gambar: detik.com)

Petugas kesehatan berpakaian APD tampak turun di jalan-jalan kota Shanghai. Jumlahnya masif, dalam skala yang tidak pernah terlihat sebelumnya. Mereka melakukan tes Corona massal.

Warga dilarang keluar, kecuali di bawah izin ketat. Itu pun harus dengan tujuan jelas. Hanya untuk membeli keperluan sehari-hari.

Pabrik dan kantor tutup. Tidak ada WFH apalagi WFO. Pejabat penting dalam perusahaan memutuskan untuk berkemah di tempat kerja mereka. Demi menjaga agar perusahaan tetap berjalan.

Perusahaan menyediakan tempat tidur lipat dan tas darurat. Isinya makanan, perlengkapan mandi, dan obat-obatan. Mereka dikunci dari dalam.

Tidak ada penerbangan dari dalam maupun luar negeri. Membuat China benar-benar terputus selama dua tahun. Sudah lama semenjak Corona muncul di Wuhan pada 2020 lalu.

Kantor berita AFP per Selasa (15/03/2022) melaporkan 5.280 kasus baru Covid-19 di China. Bukanlah jumlah yang besar jika dibandingkan dengan beberapa negara lainnya.

Tapi, tetap saja. Lockdown diberlakukan pada setidaknya 13 kota di China.

Dampak sosial sudah mulai terasa. Dampak ekonomi terlebih lagi merana. Tapi, pemerintah China tetap tidak peduli.

Apa yang terjadi? Saat dunia telah mencoba berdamai dengan pandemi, China masih menganggap Corona sebagai musuh.  

China adalah negara pertama yang memberlakukan lockdown untuk memerangi Covid, dan mungkin akan menjadi negara yang paling akhir.

Ternyata, ada strategi Zero Covid yang masih menjadi panduan bagi pemerintah China. Apa penyebabnya?

Vaksinasi Tidak Menjamin

China menjadi negara pertama yang mencapai level 80% vaksinasi bagi penduduknya. Tapi, belum untuk lansia. Oleh sebab itu, target 82% per April 2022 telah dicanangkan sejak 1 Januari 2022.

Selain itu, Dr. Huang Yangzhong dari Dewan Hubungan Luar Negeri menyatakan bahwa vaksin tidak dapat mencapai apa yang diinginkan.

Dengan adanya varian Delta lalu diikuti oleh Omicron, pemerintah China sadar jika Vaksinasi tidak menjamin berhentinya penyebaran Covid.

"Memang benar, vaksin efektif bagi negara lain. Tapi, tidak untuk ambisi Zero Covid di China," ungkap Dr. Huang.

Satu Nyawa Terlalu Berharga

Per 1 April 2022, jumlah kematian akibat Covid di China telah mencapai 4.638 jiwa. Jumlah ini sangat sedikit jika dibandingkan dengan jutaan nyawa di Amerika.

Pejabat di China sepertinya tidak mau melakukan perbandingan. Bagi mereka, satu nyawa saja sudah cukup banyak.

Tapi, sebenarnya bukan masalah itu. Diam-diam China juga melakukan perbandingan. Pada akhir 2020, China memiliki 4,7 juta tenaga medis terdaftar. Rasionya adalah 3,35 per 1000 orang. Bandingkan dengan Amerika yang rasionya 9 per 1000 populasi.

Bahaya jika covid menyebar lagi. Lebih baik diam dalam rumah daripada di rumah sakit antri.

Tidak Percaya Omicron

China seharusnya memiliki sistem medis yang cukup canggih. Tapi, mereka tidak mau memandang enteng varian Omicron yang katanya lebih ringan.

Pemerintah China telah memperingatkan warganya, bahwa Omicron juga berbahaya. Dan mereka juga menolak anggapan dunia barat bahwa Omicron adalah tahap akhir dari Pandemi.

Belajar dari mutasi virus ini, kekhwatiran munculnya jenis baru di masa depan masih menghantui pejabat China yang konservatif.

Ikatan Politik dan Ideologis

China pernah mengalami kasus nol covid di negaranya. Menjadi viral di dunia internasional, saat Amerika masih berjibaku dengan kematian pasien Corona.

Ini adalah gengsi ideologi negara, sekaligus klaim keunggulan sistem politik China. Jadi, strategi Zero Covid adalah pendekatan lanjutan bagi China untuk menancapkan bendera mereka di wajah dunia internasional.

Ambisi Pribadi Xi Jinping

Oktober 2022 adalah hari bersejarah bagi Xi Jinping. Ia akan dilantik untuk periode ketiga sebagai pemimpin tertinggi. China pernah berhasil dengan sistem Reformasi dan Keterbukaan.

Membuat Partai Komunis menjadi pusat segalanya. Sebuah gerakan cerdas, memperbaiki ekonomi tanpa melonggarkan kekuasaan politik.

Tapi, di tengah masa keemasannya, Presiden Xi memiliki sejumlah agenda lanjutan. China harus menjadi negara besar yang independen. Bebas dari pengaruh asing.

Pandemi dianggap sebagai momen yang tepat untuk memperlihatkan dunia, bahwa China punya cara tersendiri dalam menjalani hidupnya.

Dari sisi politik, Xi Jinping akan semakin kuat sebagai tokoh sentral. Bersama Partai Komunis China, ia adalah sosok yang patut diperhitungkan, baik di dalam negeri maupun di dunia internasional.

Jadi, setidaknya Zero Covid masih akan terus berlangsung hingga Presiden Xi mengukuhkan kekuasaannya. Jika Covid menyebar secara masif di China, tiada bedanya dengan menampar wajah sang pemimpin tertinggi ini.

Apakah Strategi Zero Covid ini efektif?

Mungkin bagi negara iya, tapi banyak juga yang menentangnya. Dari luar negeri, banyak yang skeptis. Amerika memandang tidak mungkin penularan kasus Covid bisa dikekang, khususnya varian Omicron yang menyebar dengan cepat.

"Menghentikan Omicron sama seperti menghentikan angin," ungkap Dr. Michael Osterholm dari Pusat Penelitian Kebijakan Penyakit menular Amerika Serikat.

Senada dengan Dr. Osterholm, Dale Fisher dari National University Singapore menyarankan agar China sebaiknya berbenah. Baginya praktik Lockdown akan menimbulkan efek domino yang lebih besar, khususnya ekonomi.

Penolakan juga datang dari dalam negeri. Dr. Zhang Wenhong, direktur penyakit menular dari Rumah Sakit Shanghai mengunggah tulisan di media sosial;

"Banyak yang percaya jika Corona tidak akan berakhir. Menerima hidup berdampingan dengannya adalah jalan terakhir."

Dr. Zhang adalah pakar medis yang dikenal sebagai pendukung pemerintah. Namun, unggahannya pada 2021 saat varian Delta mulai merebak, membuat pemerintah China berang.

Secaara resmi, harian People's Daily milik pemerintah membantah teori Dr. Zhang. Tertulis;

"Kebijakan hidup berdampingan dengan Corona adalah contoh yang buruk dari negara Barat. Amerika dan Inggris telah gagal menetapkan sistem politik mereka."

Jangan-jangan...

Sebagian menilai pemberlakuan Zero Covid sudah bukan lagi keputusan keamanan. Ia telah berubah menjadi keputusan politik yang bersembunyi di belakang isu kesehatan.

China tetap akan membuka negaranya, tapi tidak terlalu terburu-buru. Mereka sudah terbiasa hidup terisolasi selama puluhan tahun. Satu dua tahun lagi bukanlah waktu yang terlalu lama.

Namun, saya punya pemikiran berbeda...

Covid telah menjadi misteri sejak ia muncul pada akhir Desember lalu. Aksi tuduh menuduh antara China dan Amerika masih menyimpan misteri. Dari mana sebenarnya asal virus ini?

Konspirasi besar tentunya dipahami oleh para pemangku jabatan dunia. Begitu pula dengan pemerintah China.

Saya kok jadi khwatir, apakah ada sesuatu yang diketahui oleh China dan tidak oleh kita? Jangan-jangan ada virus baru yang sudah antri untuk keluar ke dunia ini menjadi Thanos yang sesungguhnya.

Semoga tidak...

**

Referensi: 1 2 3 4 5 6 7 8

**

Acek Rudy for Kompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun