Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Rusia Ingin Gabung dengan NATO, Ditolak 3 Kali

2 April 2022   05:41 Diperbarui: 2 April 2022   05:44 5227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rusia Ingin Menjadi Anggota NATO, Ditolak 3 Kali (diolah pribadi, sumber: viva.co.id, detik.com, geotimes.id, sindonews.com)

Konflik Rusia Ukraina masih terus terjadi. Salah satu penyebabnya tentang keanggotaan NATO yang ditentang Rusia. Alasannya, Ukraina berada tepat di perbatasannya.

Akan sangat berbahaya jika Rusia dikelilingi rudal dan nuklir dari Amerika dan para sekutunya. Pemerhati politik bahkan mengatakan jika NATO campur tangan, Perang Dunia III mungkin saja bisa terjadi.

Pertanyaanya, apakah Rusia bermusuhan dengan NATO? Dulunya mungkin iya, sebabnya ada pesaing NATO yang bernama Pakta Warsawa.

Namun Pakta Warsawa yang terdiri dari negara-negara Eropa Blok Timur ini sudah bubar. Tepatnya pada 31 Maret tahun 1991. Hanya bertahan selama 36 tahun semenjak didirikan. Pembubaran itu seiring dengan runtuhnya Uni Soviet pada 1990.

Dengan demikian apakah Eksistensi NATO masih relevan? Dengan kata lain, adakah "musuh" yang harus dikhwatirkan?

Pikiran pertama tentu akan mengarah kepada China dan Rusia. Dua negara adidaya dengan kekuatan militer yang kuat.

Secara geopolitik, China tidak mungkin masuk menjadi anggota NATO. Namanya juga Pakta Pertahanan Atlantik Utara. Lokasi China lebih dekat ke Pasifik.

Tapi, Rusia masih memungkinkan. Ia berada di Eropa bagian timur. Seharusnya sih, jika NATO ingin lebih kuat lagi, maka Rusia adalah negara yang cocok untuk dijadikan aliansi.

Kenapa tidak?

Putin pernah menyambut Clinton di Moskow pada tahun 90an. Pada pertemuan tersebut, Putin pernah melontarkan ide, "bagaimana kalau Rusia bergabung dengan NATO?"

Bill Clinton yang menjabat sebagai presiden AS saat itu pun menjawab santai, "kenapa tidak?"

Pernyataan Clinton tersebut sontak membuat delegasi AS lainnya gugup. Tapi, setelah itu tidak ada lagi pembicaraan yang serius, kecuali para petinggi NATO yang meradang, tidak setuju jika Kremlin bergabung dengan NATO.

Lalu, mengapa tiada usaha lebih serius dari Putin?

Dalam kesempatan terpisah, Putin mengatakan jika NATO bukanlah aliansi Amerika, tapi sekelompok negara pengikut Amerika.

Namun, lebih dari itu...

Karakteristik Rusia tidak cocok dengan NATO. Para anggotanya mengharuskan sipil memiliki kendali atas militernya. Sementara Rusia bukan negara demokratis.

Kontrol sipil atas militer melanggar prinsip dasar kekuasaan negara. Transparansi publik adalah hal yang haram di segala lini pemerintahan. Terutama militer.

Lagipula, Rusia bukanlah negara yang senang berbagi rahasia. Dengan kekuatan nuklir terbesar dan bisa dikatakan salah satu yang tercanggih, tidak ada bagusnya membocorkan ilmunya.

Dua Singa di gunung yang sama? Apa yang terjadi? Itulah jika Rusia bergabung dengan NATO. Sebagai kekuatan raksasa, Rusia tentu tidak mau didikte oleh Amerika. Daripada dualisme kepemimpinan terjadi, mending sekalian tidak usah.

Thus, setelah Pakta Warsawa bubar, sepertinya NATO tidak berhenti mencari musuh bersama. Jadilah Rusia yang merupakan negara terbesar dari pecahan Uni Soviet pun jadi bulan-bulanan.

Amerika dan NATO sering tanpa angin, tanpa izin, membuat Rusia panas dingin. Rusia dianggap sebagai ancaman dalam setiap penerapan strategi militer NATO.

Padahal Rusia bukanlah negara yang agresif saat ini. Ia sudah tidak lagi getol bersaing dengan Amerika sebagaimana zaman Soviet dulu. Istilahnya, Perang Dingin sudah selesai.

Justru sebaliknya, Rusia melihat Amerika dan NATO menggunakan cara-cara yang sangat agresif dalam merekrut anggotanya.

Tidak pakai waktu lama, setelah Pakta Warsawa dibubarkan, keanggotaan NATO membengkak. Dari 12 menjadi 30. Beberapa di antaranya bahkan eks anggota Pakta Warsawa.

Terlepas dari candaan Putin kepada Clinton tentang keanggotaan NATO, hal tersebut bukan yang pertama kali.

Pada 1940an, Uni Soviet pernah mempertimbangkan untuk bergabung. Saat itu, paham Komunisme belum menjadi isu utama. Yang dikhwatirkan justru kebangkitan Nazi, usai mereka kalah perang.

Awalnya serius, hingga akhirnya Soviet mencium adanya akal bulus. Entah mengapa, dengan menghilangnya NAZI, Amerika dan Inggris sepertinya ingin mencari lawan baru.

Dimulainya dari diplomasi Big Three (Amerika, Inggris, dan Rusia). Topiknya tentang Polandia. Soviet menginginkan agar Polandia secara de facto berada di bawah pengaruhnya.

Alasannya, secara historis, dua kali Soviet diinvasi melalui Polandia. Namun, Amerika dan Inggris tidak mau. Mereka mengatakan jika Polandia-lah yang menjadi alasan mereka berperang dengan Jerman.

Polandia terletak persis di perbatasan Soviet. Hal sama yang menyebabkan Putin melakukan agresi militer ke Ukraina. Ia marah terhadap NATO karena Ukraina berada persis di depan pintu masuknya.

Lalu sebuah pidato Churchil pada tahun 1946 memperparah situasi. Dia mengatakan jika setelah Hitler tidak ada, masih ada hantu diktator baru yang muncul di Eropa, yakni Stalin.

Truman pun tidak kalah nyeleneh. Presiden Amerika tersebut menunjukkan sikap yang sangat tidak bersahabat terhadap seluruh delegasi Soviet yang ia temui.

Lalu, Soviet pun terpaksa mengambil jalan lain. Ia menambah kekuatan militernya di Jerman. Hingga akhirnya Jerman terbelah dua, menjadi Timur dan Barat. Era Perang Dingin pun secara resmi mulai transparan.

Nikita Khruschev sebagai penerus Stalin juga berpendapat sama. Mereka menganggap tidak pantas bagi Amerika untuk membuat markas militer di Eropa. Pertanyaannya, siapa yang menjadi ancaman?

Tapi, hal tersebut tidak mengecilkan keinginan Soviet untuk bergabung dengan NATO. Mereka setuju, dengan beberapa catatan, khususnya mengenai dominansi Amerika di Eropa.

Sebuah langkah politis pun diambil. Soviet menggagas perjanjian Pan-Eropa. Isinya adalah Washington tidak memiliki urusan apa-apa di Eropa. Kasarnya, menyingkirlah!

Jawaban pun diterima. Pada tahun 1954, pihak Barat menolak usulan Moscow. Mereka juga mengatakan jika Moskow tidak punya tujuan demokratis. Tidak sesuai dengan konsep Pertahanan NATO.

Banyak pihak yang menyesali. Geoffrey Roberts, sejarawan asal Inggris mengatakan; "Jika perjanjian Pan-Eropa lebih serius didiskusi, kemungkinan Perang Dingin akan berakhir."

Perdana Menteri Soviet, Georgy Malenkov pada tanggal 12 Maret 1954, membuat sebuah pidato yang cukup "masuk akal." Ia mengatakan perjanjian Pan-Eropa akan mendorong masuknya Soviet menjadi anggota NATO.

Dengan demikian, maka Perang Dunia III mungkin akan bisa dihindari. Mencegah terjadinya adu nuklir. Jadi, permintaan Soviet jelas. Ia hanya tidak mau Amerika terlalu mencampuri urusan negara-negara di Eropa.

Keinginan Rusia bergabung di NATO pernah juga diutarakan oleh Mikhail Gorbachev setelah era Soviet. Namun, Boris Yeltzin sebagai penerusnya, hanya mendapat janji-janji buta.

Bukannya menanggapi serius sinyal dari Kremlin, NATO malah "mencaplok" beberapa negara bekas Soviet, dan dua aliansinya (Polandia dan Hungaria).

Sikap bermusuhan yang ditunjukkan oleh Amerika dan Inggris, terus berlangsung hingga kini. Entah karena Rusia terlalu kuat dengan militernya, atau Amerika yang takut tersaingi.

Yang pasti, Rusia bukanlah negara yang senang melakukan agresi. Filosofi Putin juga sangat sederhana; "Jika seseorang terlalu dipojokkan dan mepet ke jurang, maka ia akan melompat."

Apa pun langkah yang diambil Putin, hanya sebagai penyeimbang kekuatan militer NATO di Eropa. Sebabnya, ia tak akan pernah diterima sebagai anggota NATO. Entah sampai kapan.

**

Referensi: 1 2 3 4 5

**

Acek Rudy for Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun