Sontak istilah Crazy Richs pun jadi negatif. Padahal awalnya itu hanyalah judul novel, lalu kemudian difilmkan.
Adalah Kevin Kwan. Dia adalah penulis novel Crazy Rich Asians. Lalu dibuatlah film yang diperankan oleh Henry Golding dan Constance Wu. Meledak di pasaran.
Film tersebut memang mengisahkan tentang keluarga super kaya di Singapura. Tapi, jika Anda menontonnya, tidak ada perilaku flexing di sana. Malahan, itu adalah kisah asmara mirip Cinderella. Sarat pesan moral tentang perbedaan status sosial.
Tapi tidak lama kemudian, muncullah konglomerat asal Surabaya. Pesta pernikahan mewah digelar, Crazy Richs Surabayans menjadi tema.
Flexing-kah?  Tergantung persepsi. Menurut saya sih, selama ia mampu, dan acara tersebut hanya untuk konsumsi pribadi, maka sah-sah saja.
Door prize berupa smartphone, penyanyinya Raisa, hostnya Choky Sitohang. Pesta pernikahan tersebut menghabiskan dana 10M. Sebagian disumbangkan pula untuk korban bencana alam.
Kesimpulannya? Masih kalah dengan jargon "murah banget" ala Indra Kenz. Amsiong!
Lantas dari berbagai kota muncullah istilah yang sama. Crazy Richs Medan dan Bandung yang sudah jadi tersangka. Semoga tidak bertambah lagi dari kota lain.
Kembali kepada konsep novel Crazy Rich Asians. Isinya benar-benar bikin kepala puyeng. Orang-orang kaya berkeliaran dengan wine mahal dan terbang dengan jet pribadi. Punya Maserati dan makanan eksotik seharga sekontainer keripik.
Kevin mengatakan jika tokoh dalam karya fiksinya tidak terilhami dari orang asli. Nyatanya tidak demikian, Kevin Kwan tahu banyak hal. Kisah rahasia yang dimiliki oleh beberapa sosok terbatas.
Orang kaya Singapura, dan konon juga dari Indonesia. Haaa?