Eka kemudian mendapatkan uang tunai yang ia belikan bahan tekstil impor. Harganya 10 rupiah, dijual dengan 20 rupiah.
Mengorbankan kerugian sepuluh persen untuk mendapatkan keuntungan 100 persen.
Hasil keuntungan pun diputar untuk bisnis-bisnis barunya. Masih memakai prinsip palugada, Eka berinvestasi untuk hasil bumi, properti, pabrik kertas, barang konsumer, hotel, hingga perbankan.
Hokinya bagus, mungkin saja karena aura cincin zamrud berwarna merah yang senantiasa ia sematkan pada telunjuk kirinya.
Zamrud hijau dan merah adalah penggabungan sempurna antara kehidupan sosial dan kekayaan.
Tapi, di atas semuanya, adalah Eka Tjipta Widjaja sendirilah yang merupakan zamrud sesungguhnya.
Ini terbukti ketika ia bersiteru dengan orang terkaya di Indonesia pada zamannya, Liem Sioe Liong.
Hanya dalam waktu setahun-dua tahun setelah pabrik berhasil didirikan, merek Bimoli telah menguasai pasar minyak goreng sebesar 60%. Eka mendapat gelar Raja Minyak Goreng Indonesia.
Tahun 1983, bisnis berkembang, dan Eka beraliansi dengan Liem Sioe Liong mendirikan PT. Sinar Mas Inti Perkasa. Bimoli menjadi semakin besar di bawah ulikan dua raksasa konglomerat ini.
Sayangnya kongsi tersebut hanya bertahan hingga tahun 1990. Eka cabut, Bimoli di bawah genggaman Liem.
Muncullah Filma dengan jargonnya "Gunakan Akal Sehat." Bimoli membalas dengan "Bimoli Spesial", Menurut saya, pertarungan menjadi menarik karena jargon "Akal Sehat."