Kapten Surario adalah sosok yang tahu balas budi. Ia banyak membantu Eka mengembangkan bisnis. Kemudahan transportasi hingga dukungan jaringan.
Pada tahun 1957, Eka kembali berbisnis kopra. Tapi, lagi-lagi bermasalah. Karena bisnisnya dirompak oleh para pemberontak Permesta di Sulawesi.
Eka bangkrut lagi. Dia terpaksa harus menjual tanah dan rumahnya untuk menutupi kerugian dan utang-utangnya.
Tapi, Eka tidak putus asa. Ia berprinsip kepada pepatah Tiongkok Kuno bahwa; "hidup bagai roda berputar". Terbukti era orde baru adalah roda keemasannya.
Orde Baru membuka peluang yang sebesar-besarnya bagi investasi asing dan swasta. Negara tidak lagi mendominasi bisnis. Jadilah Sinar Mas menjadi harapan baru Eka.
Kopra menjadi bidikannya yang pertama. Menjadikan Bimoli seperti yang disinggung oleh Bang Azmi Abubakar pada postingan Facebooknya. Bitung Manado Oil didirikan pada tahun 1969 dengan nilai investasi 800 juta rupiah.
Darimana modal Eka? Bukankah ia telah bangkrut?
Relasi menjadi penting, sebagaimana model bisnis zaman dulu. Kekuatan Eka berada di sana, seperti makna cincin zamrud hijau yang selalu tersemat di telunjuk kanannya: Banyak Relasi.
Model bisnis oligarki dan monopoli telah menjadi warna dalam sejarah bangsa ini. Kendati demikian, Eka bukanlah sosok yang mendapat kemudahan tanpa kerja keras.
Eka memperoleh kepercayaan dari para pemangku jabatan. Dia berpeluang menjual hasil bumi tanpa uang muka. Cara yang sama ia lakukan pada saat pertama kali memulai usahanya. Modalnya kepercayaan.
Eka juga memiliki sejuta akal cerdik. Hasil bumi ia jual di bawah harga. Misalkan harga pasaran 10 rupiah. Eka rela menjualnya 9 rupiah. Jadilah pelanggan beralih kepadanya.