Menurut Priyanyk, tradisi keluarga mereka adalah menyimpan sebuah peti mati di lantai atas rumah. Sang nenek malah menggunakannya sebagai tempat bersantai di sore hari. Ia tidur di dalamnya. Konon kegiatan tersebut membuat neneknya rileks.
Entah apakah Priyanyk juga sempat melakukan hal yang sama. Namun, ide tersebut ia jual ke khayalak ramai sebagai cara untuk hidup lebih tenang.
Prosesinya hampir sama dengan di China, tapi waktunya saja yang lebih lama. Hingga lima belas menit. Pasien juga bisa memilih, mau tidur dalam keadaan peti mati terbuka, atau tertutup.
Salah satu pelanggan tetapnya mengakui, jika tempat Priyanyk menjadi tujuannya bersantai setiap akhir kerja. Hal tersebut membuat dirinya seolah-olah selalu menjadi orang baru.
Korea Selatan
Konsepnya sama, meskipun di Korea Selatan disebutkan bahwa tujuannya agar warganya lebih menghargai hidup. Di sana, layanan ini bahkan sudah dilakukan sejak 2012.
Perlu dipahami bahwa Korea Selatan sekarang menduduki negara dengan paling banyak kasus bunuh diri di Asia. Di dunia mereka berada pada urutan ke-empat.
Adalah Hyowon Healing Center yang memprakarsai. Sejak pertama kali dicetuskan, dikabarkan bahwa sudah 25.000 orang yang mengikuti sesi ini.
Selain prosesi, surat wasiat, dan lagu-lagu pengiring jenasah, para partisipan juga wajib difoto dengan pakaian jenasah.
Hal ini agar terapi tersebut tidak hanya bersifat sementara, bisa dijadikan kenang-kenangan hingga mereka benar-benar meninggal.
Tidak ada spesifikasi umur. Dari mahasiswa hingga lanjut usia, semua turut berpartisipasi. Bukankah kematian tidak memandang usia?
Jepang
Beda lagi dengan di negari Sakura ini. Peti mati juga dijadikan sebagai ajang pelepas stress. Tapi, dalam bentuk pertunjukan horor.