Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Blusukan Ghaib Soeharto dan Tradisi "Kou Shou Li"

6 Februari 2022   04:48 Diperbarui: 6 Februari 2022   05:31 1121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Istilah blusukan identik dengan Jokowi. Kunjungan ke lapangan, mendekat kepada rakyat, aktivitas yang gemar dilakukan. Begitu menggugah pada masanya.

Dianggap sebagai antitesis dari pejabat pemerintah sebelumnya yang seolah-olah hanya duduk di belakang meja saja. Padahal, tidak demikian kenyataannya.

Siapa sangka jika Presiden kedua RI juga memiliki hobi blusukan? Meskipun istilahnya mungkin lebih "menyeramkan" yakni: Incognito alias penyamaran. Mungkin setara dengan kata "Ghaib."

Sebabnya siapa yang tidak takut dengan Soeharto pada zamannya? Tidak heran jika kehadirannya selalu disambut resmi dan ramai pada setiap daerah yang dikunjungi.

Atas dasar inilah, ada kisah yang menarik dari Try Sutrisno yang dikutip dari buku, Soeharto: The Untold Story dan juga dimuat di kompas.com.

Kejadiannya berlangsung pada tahun 1974. Saat itu Try masih menjabat sebagai ajudan Presiden.

"Siapkeun kendaraen, sangat terbatas. Alat komunikasi dan pengamanan seperlunya saja dan tidak perlu bilang ke siapa-siapa."

Kira-kira seperti itulah perintah sang presiden kepada ajudannya. Bukanlah tugas rahasia negara, apalagi ada kondisi darurat. Soeharto hanya ingin blusukan saja.

Namun, menjadi tugas rahasia karena Soeharto ingin sendiri memantau daerah yang ia kunjungi tanpa polesan. Sasarannya adalah daerah Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur.

Rombongan yang ikut bersamanya hanya Try Sutrisno, Kolonel Munawar (komandan Paspampres), dokter Marjono (dokter Kepresidenan), Biyanto (mekanik), dan seorang dari Paspampres.

Sementara yang mengetahui perjalan rombongan tersebut hanyalah Mayjen TNI Benny Moerdani, selaku Intel Hankam. Bahkan Panglima TNI saat itu, M Pangabean pun tidak mengetahuinya.

Namanya juga rahasia, sehingga Soeharto bersama rombongan pun tidak menginap di hotel. Mereka tinggal di rumah-rumah warga, dan memakan bekal yang disiapkan sendiri oleh ibu Tien, tempe dan sambal teri.

"Situasinya benar-benar memprihatinkan," tutur Try Sutrisno.

Namun, Soeharto sendiri merasa nyaman. Ia tidak puas jika tidak melihat sendiri keadaan rakyatnya. Sekaligus memantau langsung program Pembangunan Lima Tahun (Pelita) yang pada masa itu memasuki periode keduanya.

"Banyak masukan yang beliau dapatkan langsung dari rakyat pada saat itu," ujar Try mengenang.

Meskipun pada akhirnya, kunjungan ini bocor juga. Pemerintah setempat yang merasa "kecolongan" pun ketar-ketir, takut dimarahi Soeharto. Tapi, karena memang ini adalah keinginan dari sang presiden, Soeharto pun hanya senyum-senyum saja melihat kegugupan para pejabat.

Semua hal di lapangan, dicatat sendiri oleh Soeharto, dan dijadikan bahan pada rapat kabinet. Soeharto pun jadinya tahu, yang mana bawahannya yang ABS, atau pun yang berkata jujur.

"Kalau jelek ya harus mengaku, kalau bagus ya harus bilang bagus. Sebabnya Pak Harto tahu persis keadaan lapangan," pungkas Try.

Perjalanan rahasia tersebut berakhir di Istana Cipanas. Semuanya lelah, termasuk Soeharto. Kendati demikian, Soeharto benar-benar puas. Tidak sekalipun ia marah-marah selama perjalanan.

Kisah ini membuktikan bahwa setinggi apapun seorang pemimpin, ia hanya akan sukses jika bisa melihat kondisi rakyatnya secara langsung.

Bukankah kita sering mendengarkan sejarah ataupun kisah rakyat bahwa raja yang bijaksana adalah rakyat yang sering blusukan?

Penulis jadinya mengingat kisah legenda China tentang makna Kou Shou Li. Pernahkah kamu melihat kebiasaan orang tionghoa yang mengetuk-ngetukkan kedua jarinya ke atas meja pada saat dituangkan teh?

Secara harafiah, Kou Shou Li berarti etika tangan yang mengetuk. 

Nah, tradisi tersebut juga merupakan kebiasaan yang diwariskan turun-temurun dari hasil blusukan Qian Long Huangdi, Kaisar China pertama.

Kaisar Qian Long ini terkenal sebagai seorang raja yang senang terjun langsung ke masyarakat. Ia tidak segan membaur dengan rakyat jelata, karena memang ingin melihat langsung kondisi rakyatnya.

Kaisar ini tidak mau ada bawahannya yang menyembunyikan sesuatu darinya, atau melebih-lebihkan prestasinya.

Akan tetapi, karena posisi Kaisar zaman dulu sudah setara dewa, maka blusukan tersebut harus benar-benar rahasia. 

Alkisah pada suatu hari saat sang Kaisar sedang menyamar, mereka pun singgah ke sebuah kedai teh di kota Suzhou. Qian Long duduk bersama dengan para pengawalnya pada satu meja.

Tanpa disangka, sang kaisar melakukan sebuah tindakan yan bikin para pengawalnya gemetar ketakutan.

Ia menuangkan teh untuk dirinya sendiri, lalu menuangkan teh juga kepada para pengawal. Ketakutan dan panik, para ajudan ingin langsung berlutut, namun sang kaisar dengan segera melarang mereka.

Dalam keadaan yang masih kebingungan, salah satu dari pengawal tersebut langsung mengetuk dua jarinya sebanyak tiga kali sebagai tanda berlutut dan pai kui (menyembah). Hal ini kemudian diikuti oleh pembantu-pembantu kaisar lainnya.

Syahdan, kisah tersebut begitu cepat menyebar, sehingga kemudian berubah menjadi etika bagi warga Tionghoa di atas meja makan. Hingga kini, kebiasaan ini masih menjadi bagian dari budaya Tionghoa yang tak lekang oleh waktu.

Begitu menarik bagaimana kedekatan seorang pemimpin dapat membawa pesan yang begitu mendalam. Bagaimana sebuah blusukan sederhana dapat bertransformasi menjadi sebuah tradisi yang tak akan lekang oleh waktu.

 

Referensi: 1 2 3 

**

Acek Rudy for Kompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun