Pada pertengahan 2019, penyakit demam babi Afrika merebak di China. Akibatnya harga daging babi pun mencapai 46,7%. Xi Jinping pusing, wabah ini telah melenyapkan sekitar 50% dari populasi babi di China.
Pemerintah pun tidak tinggal diam. Untuk membantu agar suplai tetap stabil, stimulus pun diberikan kepada para peternak. Tapi, itu saja masih belum cukup.
China pun menaikkan keran impornya. Pada bulan Agustus 2019, sebanyak 162.395 ton daging babi masuk ke negeri tirai bambu tersebut. Tapi, masih juga tidak cukup. Karena jumlah impor pada bulan tersebut hanya setara dengan konsumsi daging babi sehari di China.
Xi Jinping masih meradang. Pada bulan September 2019, ia terpaksa mengalah kepada Amerika, musuh bebuyutannya. Daging babi dihapus dari daftar barang impor yang kena cukai tambahan.
China harus menurunkan kewibawaan negara gegara hasrat untuk menyantap daging babi. Total 85.700 ton dari Amerika menyerang China. Tapi, sekali lagi tidak ada efeknya.
Jumlah impor babi Amerika hanya setara 0,16% dari kebutuhan babi di China. Tetap tidak cukup, dan alhasil, harga daging babi terus meroket hingga 80,9% dari harga normal.
**
Pemerintah China sebenarnya sudah menyadari masalah ini. Ketergantungan babi warganya sudah sampai kepada tahap berbahaya. Beberapa kampanye sudah dilakukan. Seperti meminta orang-orang China untuk mengurangi makan babi dan memilih daging lainnya.
Restoran-restoran setempat juga menyediakan daging nabati yang rasanya menyerupai daging babi. Alasannya untuk hidup lebih sehat.
Namun, semua tidak efektif.
Para ahli mengatakan agak sulit mengajak masyarakat China untuk melupakan daging babi. Pasalnya memakan babi sudah terkait dengan filsafat dan kepercayaan atas kekayaan dan status.