Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Keseringan Mandi adalah Efek dari Nonton Sinetron Berseri

9 Januari 2022   08:30 Diperbarui: 9 Januari 2022   08:35 777
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keseringan mandi efek sinetron berseri (dailymail.co.uk)

Yang pasti, kebiasaan mandi bukanlah budaya. Eits, tunggu dulu...

Budaya itu bisa berubah sobat. Terpengaruh oleh perkembangan zaman dan juga iklan. Konon orang-orang dulu di Inggris dan Amerika hanya mandi sehari sekali.

Iya, sebabnya cuaca dingin, air selalu terasa tajam menusuk kulit. Cebok saja ogah, bagaimana dengan mandi?

Baca juga: Idealisme Cebok: Mengapa Bule Pakai Tisu Toilet?

Dan memang tidak apa-apa. Tidak ada bau badan yang terlalu menganggu, dan bau wangi sabun tidaklah terlalu perlu.

Hingga datanglah produsen sabun mandi. Mandi harus setiap hari dan merefleksikan bagaimana orang lain memandang kebersihan dirimu. Gagasan kapitalis yang bercampur katalis.

Sabun dikampayekan sebagai satu-satunya alat pembersih tubuh sekaligus rutinitas yang harus dilakukan pada pagi, siang, dan sore hari.

Di awal abad ke-20, iklan sabun bertebaran di mana-mana. Pada lembaran brosur, radio, hingga televisi.

Pada tahun 1930an, perusahaan sabun mandi memiliki cara yang unik untuk memasarkan produk. Mereka membuat iklan bersambung berbentuk poster. Temanya menarik, tentang cinta dan keluarga. Pembaca pun tertarik mengikutinya setiap minggu.

Tren ini pun meluas, sehingga koran, majalah, higga perusahaan film pun melahirkan ragam ide cerita berseri. Sesuatu yang kita kenal dengan cerita bersambung, telenovela, drakor, sinetron.

Namun, apa pun bentuknya, julukannya hanyalah satu: Opera Sabun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun