Selama karir pelatihnya, Endang juga mempersembahkan empat piala lainnya, yakni; Piala Raja Thailand (1968), Merdeka Games Malaysia (1969), Piala Anniversary Jakarta (1972), dan Pesta Sukan Singapura (1972).
Bisa dikatakan belum ada pelatih Timnas Garuda lainnya yang menyamai prestasi Endang hingga kini. Lima gelar dalam lima tahun (1966-1970).
Baca juga:Â Shin Tae Yong Belum Apa-apa, Ini 4 Pelatih Timnas Indonesia yang Berprestasi
Mulut Bak Sampah, Hati Remah-remah  Â
Satu hal yang tak bisa tertahankan dari mulut Endang Witarsa adalah makiannya yang mengalir alamiah. Namun, di balik sumpah serapahnya, Endang sebenarnya adalah pribadi yang pantas dicintai.
Benny Dolo mengisahkan saat ia dilatih Endang memperkuat klub UMS. Saat kalah telah oleh Niac Mitra, Benny menumpahkan kekesalannya dengan menyetel radionya keras-keras di mes.
Endang pun marah dan membanting radionya, lalu melemparnya ke dalam sumur. Beberapa saat kemudian, Endang memanggil Benny dan menanyakan harga radio yang ia hancurkan.
Benny juga bercerita jika dirinya dan beberapa pemain sering meminjam uang kepada Endang. Ketika ia ingin mengembalikan utangnya, Endang justru memakinya. "Emangnya kamu sudah kaya ya?"
Namun, bukan berarti Endang juga kaya. Suatu waktu ada salah satu anak asuhannya sakit saat selesai latihan. Ia sampai harus dipapah oleh rekan-rekannya.
Dengan panik, Endang pun menyelutuk. "Aduh gimana ya, saya tidak punya uang. Begini saja, ambil aki mobil saya dan jual untuk biaya pengobatan." Pungkasnya kepada Maman, pelatih anak gawang UMS.
Benci Rasialisme
Kendati terlahir sebagai seorang Tionghoa, Endang dikenal sebagai sosok yang mencintai keberagaman. Baginya Indonesia adalah Indonesia, dan pembauran adalah segalanya.
Tessa Witarsa, cucu Endang mengisahkan bagaimana kakeknya sempat begitu emosi mendengar usulan gelaran turnamen sepak bola antar klub-klub Tionghoa di Indonesia.