Sejak 1986, Indonesia mulai diperhitungkan di level Asia. Di bawah asuhan Beertje, the dream team ini diisi oleh pemain-pemain top.
Bukan sebuah perkara mudah bagi Beertje. Tersebab di masa tersebut, sepak bola Indonesia sedang terlibat perang saudara. Antara klub Galatama dan Perserikatan.
Dengan kemampuannya, Beertje berhasil memadukan dua kubu tersebut menjadi satu kekuatan. Hebatnya lagi, pelatih yang juga pendeta ini berhasil mengajak para pemain top Indonesia untuk bergabung.
Saat itu, bayaran timnas sangat minim. Namun, para pemain dengan sukarela menjadi bagian dari tim dengan ongkos uang saku bulanan saja. Semuanya karena kehebatan kepemimpinan Beertje Matulapelwa.
**
Masih banyak pelatih hebat. Meskipun tidak sempat mempersembahkan piala internasional bagi Indonesia, namun kiprahnya juga akan selalu dikenang.
Di antaranya adalah; Alfred Riedl yang melatih Timnas Indonesia sebanyak 3 periode. (2010-2011, 2013-2014, dan 2016). Peter Withe, Ivan Kolev, yang memberikan warna baru bagi Timnas. Serta dari putra asli bangsa, ada nama EA Mangindaan, Danurwindo, Nanar Iskandar, serta Sinyo Aliandoe.Â
Jika ditilik, sejak periode 200an pelatih Indonesia rata-rata hanya bertahan setahun saja. Dikutip dari Kompas.com, legenda pesepak bola Indonesia Bambang Pamungkas (BP) menyampaikan keresahannya.
Menurutnya, "Kita telalu berfokus kepada hal yang instan. Saatnya harus diubah."
Sekarang memang zaman instan. Medsos membanjiri, metaverse pun menghantui. Namun, harus diingat bahwa prestasi sepak bola bukanlah hal instan yang bisa dipenuhi.
Pertanyaan besar sering menghampiri, bagaimana bisa Indonesia dengan total 270 jutaan penduduknya tidak bisa memilih 11 pesepak bola bagus? Apalagi di Indonesia, euforia sepak bola juga tidak kalah sangar.