Seperti kenaikan Yesus ke surga ternyata mirip dengan legenda Batara Guru yang diyakini sebagai leluhur orang Bugis. Dalam epos La Galigo, sosok ini disebut sebagai putra tertua Datu Patoto, sang penguasa bumi dan langit.
Begitu pula dengan kisah Santo Yakobus sebagai pelindung Portugal. Pada kisah adat legenda To Manurung-lah yang bertugas melindungi orang Bugis.
Kepentingan Politik Para Penguasa
Sayangnya keputusan ini tidak sepenuhnya sakral. Tergoda oleh kepentingan politik. Penguasa Siang dan Suppa melihat kepentingan yang lebih besar di belakang aksi Kristenisiasi Portugal.
Jalan ini dianggap sebagai cara yang terbaik untuk beraliansi dengan Portugal. Di masa itu, Kerajaan Gowa telah berhasil menaklukkan Tallo. Dua kerajaan ini sangat agresif mengembangkan wilayahnya. Bagi Kerajaan Suppa dan Siang, ini adalah ancaman.
Strategi ini mendapat sambutan. Tahun 1545, Pastor Vincente Viegas dikirim oleh Portugal sebagai duta besar persahabatan. Hasilnya, Raja Alitta dan Raja Bacukiki yang masuk dalam Federasi Ajattapareng menjadi Kristen.
Penyebaran agama Kristen tidak hanya pada aliansi kerajaan Siang saja, tapi juga mulai "menyerang" kerajaan Gowa. Catatan Portugis melaporkan bahwa di abad ke-15, banyak bangsawan Gowa yang menerima dan memeluk agama Kristen. Â
Namun, bukannya tanpa halangan. Tersebab proses ini mendapatkan banyak pertentangan dari para pedagang Melayu Muslim. Mereka telah berada di sana sebelum misionaris Portugis datang membawa misi agamanya.
Kendala yang sama juga mereka dapatkan pada saat hendak mengkristenisasi Raja Gowa ke-14, I Mangngarangi. Ketika diajak untuk meninggalkan agama leluhurnya, sang raja tidak serta menerima. Ia mengatakan jika ia belum mau pindah agama.
Pengaruh Islam di Kerajaan Gowa
Namun, itu hanya alasan saja. I Mangngarangi telah terlanjur jatuh hati kepada Islam. Alih-alih menerima ajakan Kristen, Raja Gowa ini malahan memanggil Dai Islam Melayu untuk membandingkannya. Alhasil raja yang bergelar Sultan Alauddin ini menjadikan Islam sebagai agama resmi kerajaannya. (1593).
Para penguasa kerajaan di Sulawesi Selatan telah lama mengenal dan menerima etnis asing. Suku Jawa, Melayu, dan Malaka telah datang di kerajaan Gowa sejak raja ke-11 Gowa, Tunipalangga berkuasa.
Posisi etnis Melayu bahkan mendapatkan tempat istimewa. Mereka bebas berdagang, membaur dengan masyarakat lokal, dan bebas menjalankan dan menyebarkan agama Islam.