Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Islamisasi dan Kristenisasi di Sul-sel, Para Leluhur Pun Hidup Berdamai

20 November 2021   10:29 Diperbarui: 20 November 2021   10:34 673
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketiga Rohaniawan asal Portugal ini melayani orang-orang Portugal di Gowa dan sejumlah raja dan bangsawan lokal yang sudah dibaptis. Selain itu, mereka juga membaur dengan penduduk lokal untuk misi sosial.

Kedatangan VOC

Ketengangan ini terusik ketika VOC mendaratkan kakinya di wilayah Gowa dan merebut bandar mereka. Ambisi VOC yang ingin memonopoli perdagangan, membuat Kerajaan Gowa tidak tinggal diam.

Bagi VOC, Gowa adalah sasaran empuk, dan Portugal dianggap pesaing berat. Sekitar 3000 orang Portugal pun terusir, namun Sultan Alauddin sebagai penguasa di masa itu menitahkan perlindungan.  

Konflik yang terjadi di awal kolonialisasi Sulawesi Selatan bukan masalah agama dan ras. Murni kepentingan keamanan dan kedaulatan.

Namun, tidak bagi VOC. Setelah Sultan Hasanuddin dipaksa untuk melepaskan supremasinya pada Perjanjian Bungaya, orang-orang Portugis, termasuk para rohaniawannya pun diusir.

Kekosongan Agama Kristen di Sulawesi Selatan

Akhirnya dalam kurun 225 tahun tidak ada Pastor atau Bruder yang melayani. Umat-umat Katolik di wilayah ini hanya berharap layanan rohaniawan yang rela datang dari jauh.

Politik Etis berkumandang pada tahun 1892. Pembukaan sekolah sekolah dimulai bagi pribumi di daerah kolonilisasi. Di Sulawesi Selatan, seorang pastor pun diutus ke Makassar oleh Kerajaan Belanda untuk melayani umat.

Ia adalah Pastor Aselbergs SJ. Sejarah mencatat, di bawah kepemimpinan Gereja Katolik di Makassar, Gereja Katedral Makassar pun mulai dibangun pada tahun 1895 dan baru diresmikan lima tahun kemudian.

Wasana Kata

Hingga kini, sejarah pembauran antara dua agama besar ini telah memasuki fase abad. Sama-sama memiliki penganutnya yang hidup damai. Kendati agama sempat menjadi alat politik di zaman leluhur, namun perbedaan ini tidak pernah menjadi semacam "perang salib" dalam sejarah Sulsel.

Sejujurnya perasaan penulis bergetar ketika merangkumkan tulisan yang disadur dari berbagai sumber ini. Indonesia yang plural dan toleransi telah diidamkan oleh para leluhur bangsa kita.

Mungkin ini bukan sebuah tulisan sejarah yang lengkap. Mungkin juga banyak informasi yang masih ambigu. Tapi, pemahaman secara keseluruhan dari artikel ini hanya mencoba mengajak para pembaca untuk membuka cakrawala pikiran dan mengulik nurani.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun