Indonesia adalah republik muda di masanya. Soekarno sebagai pimpinan tertinggi seringkali berubah arah, menentukan model yang paling pas bagi bangsa dan negara.
Pada 15 Februari 1958, Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) didirikan di Bukit Tinggi. Dibentuklah kabinet tandingan dan nama Sjafruddin Prawiranegara muncul sebagai Perdana Menteri alias pemimpin tertinggi.
PRRI muncul akibat rasa ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat. Mereka menuntut otonomi daerah yang luas. Tapi, hanya dalam waktu 3 tahun gerakan pemberontakan ini berhasil ditumpas. Para pemimpinnya menyerah, dan Soekarno pun mengampuni mereka.
Sjafruddin Prawiranegara memutuskan untuk meninggalkan dunia politik dan memilih jalur dakwah sebagai jalan hidupnya. Ia menjadi pengurus Yayasan Pesantren Islam dan Ketua Korps Mubalig Indonesia (KMI).
Sjafruddin Prawiranegara meninggal pada 15 Februari 1989, dalam usia 77 tahun. Pesan terakhirnya adalah "Kita tidak perlu takut pada manusia, tetapi takutlah pada Allah."
Kendati sempat menorehkan catatan kelam, pemerintah RI tetap menganugrahinya gelar pahlawan nasional pada 7 November 2011.
**
Hal yang sama juga ditempuh oleh Mr. Assaat. Ia menentang Soekarno saat mulai berhaluan kiri ke aliran komunis. Secara pribadi Mr. Assaat tetap menghormati Soekarno, tapi tidak Demokrasi Terpimpin yang dicanangkannya.
Bagi Mr. Assaat, Demokrasi Terpimpin adalah jenis keditaktoran terselubung. Ia merasa gerak-geriknya dibatasi, karena selalu diintai oleh intel dan PKI.
Suatu waktu Mr. Assaat diam-diam meninggalkan Jakarta dan pergi ke Sumatera Barat bersama keluarganya. Ia bergabung dengan PRRI di sana.
Mr. Assaat memutuskan untuk hidup bergerilya. Namun, fisiknya yang sudah mulai melemah membuatnya mudah ditangkap. Mr. Assaat pun harus menjalani kehidupan di penjara selama 4 tahun. Ia baru bebas setelah orde lama tumbang pada tahun 1966.