Ini adalah kisah nyata. Tentang seorang anak lelaki durhaka. Ia bukan Malin Kundang, tersebab memang benar-benar ada.
Alkisah seorang pengusaha kaya sukses di Singapura. Ia telah berjuang membesarkan anak lelaki satu-satunya. Istrinya telah lama meninggal dunia.
Sang anak diasuh dengan penuh kasih sayang. Disekolahkan hingga dirinya berhasil.
Ketika sang anak menemukan pujaan hatinya, mereka meminta izin untuk tetap tinggal di rumah ayahnya yang besar dan mewah. Dengan senang hati orang tua tersebut mengizinkannya. Ia tidak akan pernah kesepian.
Hubungan keluarga ini berjalan baik. Sang ayah pun tanpa ragu menghibahkan seluruh hartanya kepada anak semata wayangnya. Sayangnya, ia tidak tahu apa yang akan tejadi.
Tahun demi tahun berlalu, permasalahan umum pun muncul antara ayah mertua dan menantu. Hingga suatu hari terjadilah pertengkaran yang hebat. Sang anak dan menantu durhaka mengusir ayahnya keluar dari rumah yang telah mereka warisi.
Orang tua tersebut tidak lagi memiliki apa-apa. Ia sudah tua dan tidak bisa lagi bekerja. Menjadi pengemis adalah jalan satu-satunya.
Suatu hari seorang lelaki melintas, mantan teman kongsi sang orang tua. Sang pria mengenalinya, meskipun orang tua tersebut pura-pura tidak mengenalinya. Akhirnya dengan sedikit paksaan, pria tua tersebut menceritakan seluruh kisahnya sambil berlinang air mata.
Para pebisnis di Singapura pun gempar, karena memang sang ayah dulunya adalah pebisnis ulung. Ternyata kabar ini juga sampai ke telinga Lee Kuan Yew yang saat itu menjabat sebagai Perdana Menteri.
Lee bergeming. Ia ingin mencari tahu seluruh permasalahan yang terjadi. Sang anak dan menantu durhaka pun dipanggil. Dimaki habis-habisan. Lee menuduh mereka telah mempermalukan negara.
Lee Kuan Yew lanjut memanggil notaris yang mengurus surat hibah ayahnya. Atas nama Perdana Menteri, surat tersebut batal demi hukum. Surat balik nama anaknya disobek-sobek di hadapan mereka.
Bahkan sejak saat itu Sang anak dan menantu dilarang masuk ke rumah ayahnya. Dekrit pun dikeluarkan. Agar kejadian yang sama tidak berulang lagi, maka para orangtua yang masih hidup dilarang untuk mengalihkan harta bendanya kepada anak cucu.
Selain itu seluruh perusahaan di Singapura diminta berpartisipasi. Wajib hukumnya memperkerjakan para lansia. Kelak agar para senior ini tidak hanya bisa menggantungkan hidupnya kepada anak-anaknya saja.
Inilah kisah tentang bagaimana negara Singapura bereaksi terhadap kisah anak yang durhaka. Ternyata memang menghebohkan. Permasalahan klasik ternyata bisa berubah menjadi aturan negara yang ketat.
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H