Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Wanita Sering Marah-Marah, PMS Disalahkan, Pria juga Punya IMS

31 Oktober 2021   06:06 Diperbarui: 1 November 2021   05:42 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wanita Sering Marah-marah, PMS Disalahkan, Pria juga Punya IMS (sumber: isorepublic.com)

Seorang kawan bekerja di sebuah perusahan finansial swasta. Ia mengeluhkan kebijakan yang berubah-rubah setiap saat. Tidak saja berdampak pada internal perusahaan, namun juga terhadap nasabah seperti diriku.

Alasannya, termasuk konyol. Ada 12 direksi yang semuanya wanita. Jadilah julukan "perusahaan ibu-ibu" mewarnai rasa kecewanya. Entah termasuk seksis, namun PMS yang menjadi rujukan sang kawan.

Hal yang sama juga kualami pada saat merekrut seorang manajer keuangan di perusahaanku. Sifatnya bak musim pancaroba. Siapa pun dilabrak pada saat-saat tertentu. Jadilah PMS kembali menjadi kambing hitam.

Apakah benar demikian? Tidak juga. Tersebab manajer keuangan saya yang baru justru menunjukkan kestabilan emosi yang luar biasa. Kendati wanita, ia mampu menangani stress dengan sangat baik hingga ke akar-akarnya.

Namun, sekali lagi PMS menjadi korban fitnah. Teman-temannya memberi pujian sembari bercanda. Sang manajer baru tidak pernah PMS. Nah, lho.

PMS mengacu kepada Pre-menstrual syndrome. Ia merupakan gejala-gejala fisik dan psikis wanita menjelang menstruasi. Perubahan mood kerap terjadi tanpa alasan yang pasti. Umumnya mengacu kepada hal yang dianggap negatif.

Secara fisik juga terpengaruh. Dalam beberapa kasus, penderita bisa sakit perut, nyeri kepala, mudah capek, hingga munculnya jerawat.

Gejala ini timbul karena adanya perubahan kadar hormon pada tubuh. Dialami sebulan sekali dan sangat alamiah.

Fakta bahwa adanya swing mood pada saat periode PMS itu memang benar. Namun, seberapa jauh pengaruh psikis terhadap yang sedang mengalami itu belum tentu benar.

Sayangnya anggapan yang keliru ini sudah terlanjur beredar. Stereotip budaya terlanjur menghubungkan emosi seorang wanita dengan PMS, meskipun ia tidak sedang megalaminya.

Jelas, dalam hal ini wanita sangatlah dirugikan.

Lantas, berbagai macam studi pun dilakukan untuk mencari kebenaran. Salah satunya adalah pada tahun 2012 oleh Sarah Rohmans. Penelitian ini dipublikasikan pada jurnal Gender Medicine.

Disebutkan jika hanya 14% dari total responden yang uring-uringan pada saat sedang PMS saja. Sementara 38% mengalami mood swing setiap saat, baik pada saat sedang PMS maupun tidak. Ada pula sekitar 8% partisipan yang menunjukkan emosi negatif pada saat sedang tidak PMS.

Sisanya 40% justru tidak terpengaruh dengan periode PMS. Mereka mampu menjaga kestabilan emosi kapan saja dan dimana saja.

Sudi sejenis juga disampaikan oleh Robyn Stein DeLuca. Dalam bukunya The Hormone Myth: How Junk Science, Gender Politics and Lies about PMS Keep Women Down (2017), Robin berkata jika efek PMS cenderung dibesar-besarkan.

Akhirnya timbullah keyakinan dari para wanita bahwa tubuhnya adalah sumber penyakit. Emosi yang bergejolak pada saat PMS terjadi karena keyakinan ini sudah terlanjur mandarah daging. Dengan kata lain, efek sugesti lebih besar dari kenyataan sebenarnya.

Ketika seorang wanita gagal melakukan tugasnya yang berat, rasa bersalah akan menghampiri mereka. Jadilah PMS menjadi ajang untuk melepaskan rasa bersalah. PMS menjadi alasan kodrati yang bisa diterima oleh siapa saja.

Namun, alasan kodrati ini sebenarnya bukan milik wanita juga. Para pria juga ditenggarai memiliki hal sama yang bisa menganggu mood mereka. Istilahnya adalah Irritable Male Syndrome (IMS) alias PMS-nya pria.

Penyebabnya sama, karena adanya perubahan kadar hormon pada tubuh. Dalam hal ini adalah testosteron. Akibatnya timbullah kondisi swing mood dan gejala depresi.

Perasaan yang dialami juga mirip PMS pada wanita, seperti suka marah-marah, mudah cemas, cepat tersinggung, sensitif, hingga menjadi anti sosial.

Gejala ini bisa terjadi dalam dua bentuk. Yang pertama adalah perasaan depresi, dan yang kedua adalah menjadi agresif dan cenderung melakukan tindak kekerasan.

Secara fisik, para penderita IMS juga merasakan keluhan. Yang paling umum adalah nyeri punggung, sakit kepala, hingga gangguan fungsi seksual yang membuat kehilangan gairah seksual.

Perubahan kadar hormon testosteron memang terjadi secara alamiah pada periode-periode tertentu. Namun, bisa juga dipicu karena turunnya serotonin pada otak karena pola makan yang salah dan nutrisi yang tidak seimbang.  

IMS rentan menyerang pria dengan usia 40-70 tahun. Penyakit bawaan juga turut andil disini. Obesitas, darah tinggi, atau jantung. Cara yang paling mudah untuk pencegahan adalah kembali kepada gaya hidup yang sehat. Berhenti merokok, minum minuman beralkohol, dan olahraga teratur.

**

Jadi, ketika seorang wanita sedang mengalami swing mood, jauhkanlah anggapan bahwa ia sedang PMS. Ini adalah pemahaman gender yang salah dan cenderung seksis.

Lelaki pun juga sama. Sering marah-marah tidak jelas. Jika PMS pada wanita kerap disalahkan, pria juga punya IMS. Pada dasarnya emosi yang tidak stabil bukan alasan kodrati. Ia adalah hal yang harus dimanage agar hidup ini lebih damai.

Referensi: 1 2 3 4

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun