Dua tubuh ditemukan tergelatak tewas. Luka tembakan terdapat di sekujur tubuhnya. Lokasinya di Gelanggang Olahraga Sasana Krida, Pluit, Jakarta Utara.
Korban adalah Boedhyarto Angsono, Dirut PT. Asaba. Satunya lagi adalah Sersan Kepala TNI Edy Siyep. Edy ini adalah pengawal Angsono. Ia bukan orang biasa, tercatat sebagai anggota pasukan elit Kopassus TNI AD.
Polisi dengan mudah menebak jika pembunuhan tersebut melibatkan orang professional. Ternyata benar, ada empat orang yang terlibat, yakni Suud Rusli, Syam Ahmad Sanusi, Fidel Husni, dan Santoso Subianto. Mereka adalah anggota Marinir TNI AL.
31 Juli 2003
Dua minggu kemudian, keempat orang ini berhasil diciduk. Bayaran mereka lumayan "mahal." Hanya empat juta rupiah saja. Tapi, motivasinya bukan itu. Suud yang memimpin tim eksekusi memiliki kedekatan khusus dengan Gunawan Santosa.
Sontak sistem pengamanan penjara terkuak lagi. Gunawan yang berhasil melarikan diri bikin masalah. Tiga nyawa melayang dan melibatkan elit militer TNI pula.
Gunawan dengan cepat menjadi The Most Wanted Criminal di seantero Jakarta. Dicari polisi, dicari TNI. KSAL saat itu, Laksamana TNI Bernard Sondakh sampai geram. Ia berkata jika korpsnya akan mencari Gunawan sampai kapan pun.
"Kalau kami tangkap, pantatnya akan ditembak dulu baru diserahkan ke polisi," ungkap Bernard Sondakh.
Yang paling terancam adalah pihak keluarga Angsono. Cerita yang sempat saya dengarkan dari salah satu manager di PT. Asaba, Stephen Angsono, putra tertua Boedhyarto tidak pernah lagi ke kantor. Ia tidak hanya mendapat pengawalan ketat, namun juga mengubah rutinitasnya setiap hari.
12 September 2003
Setelah sembilan bulan buron, Gunawan akhirnya tertangkap di lantai bawah area parkir Griya Kemayoran, Jakarta. Reserse Polda Metro Jaya patut diacungin jempol. Tersebab Gunawan bukan lagi Gunawan yang dulu.