Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kuil Aphrodite, Wisata Seks Zaman Kuno

5 Oktober 2021   06:55 Diperbarui: 5 Oktober 2021   07:00 2369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cinta itu penting. Namun, ia juga membingungkan. Cinta itu jelas, tetapi ia multitafsir. Tersebab cinta bukan hanya masalah nafsu saja, tapi juga adalah wujud dari kekuatan spiritual yang besar.

Lantas bagaimana jika manusia zaman dulu menginterpretasikan cinta dengan menggabungkan nafsu dan prosesi agama? Jadilah kisah tentang Kuil Aphrodite, Dewi Cinta Yunani Kuno.

Sisa situs kuil ini masih bisa ditemukan di Phapos, Siprus Barat. Tepatnya di sebuah kawasan yang bernama Kouklia, dan dibangun pada 1200 SM.

Budaya Yunani Kuno sarat dengan praktik Patriarkisme. Tatanan masyarakat menciptakan banyak hal yang menetapkan pria di atas wanita. Begitu pula dengan urusan ritual agama.

Sebagaimana namanya, Aphrodite memang merayakan cinta. Para tuan mengajak pembantu wanitanya ke sana untuk melegalkan persetubuhan. Tidak ada dosa. Para pembantu wajib melayani lelaki agar rukun keyakinannya terpenuhi.

Kuil Aphrodite bukan hanya sekadar tempat beribadah saja. Ia juga merupakan situs yang terkenal di zamannya. Banyak turis yang ramai datang ke tempat ini demi sebuah pertunjukan dan juga kenikmatan.

Sebelum menikah, seorang wanita harus bisa menjadi perempuan sejati. Ia harus bisa memuaskan suaminya secara jasmani dan rohani. Penyucian pun dilakukan di dalam Kuil Aphrodite. Para gadis menjalankan ritual, seyogyanya sebuah pembaptisan.

Selanjutnya adalah penyucian secara jasmani. Apa yang wajib mereka lakukan benar-benar tidak bisa diterima dengan akal sehat modern. Para wanita tersebut harus melacurkan diri.

Mereka tidak bisa menolak "bayaran" yang diletakkan di atas pangkuannya. Dalam sekejap, tubuhnya sudah menjadi milik lelaki yang berani membayar.

Lebih ekstrimnya lagi, bukan kepada lelaki yang mereka kenal. Jadilah turis dianggap sebagai tamu terhormat.

Para turis yang datang bebas memilih. Tidak ada tarif, namun harga sesuai "barang." Penyucian pun dilakukan di dalam kompleks kuil. Di luar gedung pemujaan, sudah banyak bilik tersedia.

Para wanita tersebut harus menginap di Kuil Aphrodite, hingga ia berhasil menunaikan kewajibannya.

Wanita dari kaum bangsawan hadir dengan kereta kuda tertutup. Lengkap dengan pengawalan ketat. Tidak butuh waktu lama bagi mereka untuk berada di sana. Lelaki mana pun akan tergoda menggauli wanita cantik berdarah biru.

Sementara perempuan yang buruk rupa, kadang harus berada di sana hingga berhari-hari, bahkan mungkin tahunan. Hingga rakyat jelata yang miskin memilih mereka dengan bayaran yang sedikit.

Mengejutkan, uang hasil "melacurkan diri" tersebut kemudian disumbangkan demi kejayaan Kuil Aphrodite.

Dan teryata ritual ini tidak saja terjadi di Phapos, yang menurut legenda adalah kota kelahiran Aphrodite. Tapi, juga di Babylon, Byblos, dan Baalbek, yang sekarang adalah bagian dari wilayah Turki.

Praktik ini terus berlangsung, hingga kekaisaran Romawi berkuasa. Namun, pelarangan ritual Aphrodite tidak serta merta membuat bangsa Romawi lebih bermoral.

Penguasa dan rakyatnya terkenal sama-sama bejat. Ada Nero, Caligula, hingga tragedi Pompeii. Dibanding bangsa Yunani, mereka hanya lebih mengerti bagaimana "menangani" para wanita dan budaknya. Tidak perlu bantuan dewa.

Para lelaki yang superior memiliki izin khusus untuk mengencani semua wanita tanpa kecuali. Izin mereka tidak saja untuk mengunjungi rumah pelacuran di seantero negara, tetapi lebih daripada itu.

Pria Romawi berhak menikmati tubuh budak wanitanya, melakukan praktik poligami, seks bebas, hingga meniduri istri orang lain. Begitu bebas, begitu tak terkendali.

Bahkan simbol superioritas mereka dilakukan dengan cara yang tidak bermoral. Para lelaki yang baru saja menikah dianggap hebat jika bisa melewatkan malam pertama bersama wanita lain.

Adalah Festival Floralia yang menjadi simbol kebejatan Romawi. Orang-orang bebas datang untuk berpesta. Menari, menikmati musik, hingga seks bebas seusai acara.

Begitu pula dengan Pesta Bacchalania. Jika Festival Floralia lebih terbuka, Bacchalania sifatnya lebih privat. Pesta ini dianggap merupakan bagian dari ritual pemujaan Dewa Anggur atau Dewa Kesuburan.

Menikmati anggur layaknya menikmati kebebasan. Seks berjemaah adalah intinya. Melampiaskan hasrat kepada siapa pun, tanpa terkecuali.

Bisa dihadiri oleh pasutri, dan mereka bisa saling bertukar pasangan. Para remaja putri yang sudah dewasa juga bisa melepas keperawanannya di ajang suci ini.  

Persepsi Moralitas Seksual Zaman Dulu dan Sekarang

Kita bisa saja berpersepsi, moralitas manusia zaman kuno ternyata bobrok. Namun, harus diingat pandangan seksualitas itu berbeda-beda pada setiap masa.

Nyatanya di dunia modern kita juga tidak kalah amoral. Bedanya hanya pada tatanan sosial bermasyarakat yang lebih sesuai zaman. Apa yang dianggap tabu sekarang, bisa jadi adalah hal yang umum dulunya. Demikian pula apa yang sudah biasa saat ini, sebelumnya mungkin adalah larangan.

Persepsi ini muncul karena kita melihat masa lalu sebagai cerminan masa kini. Padahal belum tentu demikian. Aturan yang dibuat terkait dengan kondisi umum masyarakat saat itu. Semua adalah gagasan tentang benar dan salah.

Yang bisa kita lakukan adalah dengan mengambil pelajaran. Sesuatu hal jangan dilihat dari satu sisi saja. Namun, pada sisi lain jangan pula dijadikan alasan untuk pembenaran. Pada akhirnya moralitas itu bukanlah aturan. Semua tentang nurani dan naluri kita terhadap menyikapi orang lain.

Kuncinya: Lakukanlah sesuatu sebagaimana kita ingin diperlakukan.

Referensi: 1 2 3 4 5

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun