Soeharto pun dijodohkan oleh bibinya, dan pilihan jatuh kepada Ibu Tien, cinta pertama Soeharto. Mereka kemudian menikah pada tanggal 26 Desember 1947 dalam prosesi yang sangat sederhana, tanpa dokumentasi, dan dilakukan dalam keheningan.
**
Minggu, 28 April 1996, sekitar pukul 04.00 WIB. Soeharto tampak terpukul. Ia memeluk Direktur Utama Rumah Sakit Pusat Pertamina, dokter Satyanegara.
"Piye to, ko kora iso ditulung... (bagaimana, kenapa tidak bisa ditolong)" ujar Pak Harto mengusap setetes air mata dengan sapu tangan. (Pak Harto: The Untold Stories).
Kepergian Ibu Tien memang memberikan dampak yang luar biasa bagi Soeharto. Bukan hanya dari sisi psikologis, tapi juga kinerja.
Tidak heran banyak yang mengatakan jika kesaktian Soeharto sebenarnya berasal dari istrinya. Bisa saja asumsi itu bukanlah mitos.
Sebelum wafat pada 1996, Ibu Tien sudah menyampaikan keinginan terakhirnya. Mien Sugandhi, Menteri Negara Urusan Peranan Wanita (1993-1998), mengisahkan penuturan Ibu Tien.
Dalam sebuah acara Golkar, Ibu Tien berkata kepadanya, "Tolong sampaikan kepada (nama salah satu petinggi Golkar), agar Pak Harto jangan menjadi presiden legi. Sudah cukup, beliau sudah tua."
Sekali lagi, sejarah mencatat jika keinginan Ibu Tien itu tidak dipenuhi oleh Soeharto. Sidang Umum MPR 1998 memilih Soeharto menjadi presiden lagi. Dan beberapa bulan kemudian, ia pun lengser.
Â