Suatu waktu Ibu Tien mengunjungi Soeharto dengan tiba-tiba. Kepada suaminya, ia berpesan mengenai keresahan istri para prajurit. Mereka khwatir jika para suami yang bertugas di Sulawesi kawin lagi atau main perempuan.
Apel pagi keesokan harinya, Soeharto memberikan pidato. Ia memperingatkan anak buahnya untuk setia kepada istrinya. Kelak ketika Soeharto menjadi presiden, lahirlah Peraturan Pemerintah N0.10/1983Â yang salah satu isinya adalah membatasi praktik poligami.
**
Soeharto mungkin tidak akan menjadi Presiden jika bukan karena Tien Soeharto. Hal ini bukan hanya sekadar ungkapan, tapi juga kenyataan.
Dalam buku Suharto: A Political Biography, Sejarawan Australia RE. Elson menceritakan kebimbangan hati Soeharto ketika ia tersandung masalah tuduhan menggunakan fasilitas militer untuk berbisnis. Ketika itu, Soeharto sedang bertugas di Jawa Tengah.
Saking galaunya, Soeharto akhirnya berkeinginan untuk berhenti dari militer dan memilih profesi sebagai supir taksi. Ibu Tien pun lantas menyambanginya dan berkata;
"Saya tidak menikah dengan supir taksi, tetapi seorang prajurit, seorang tentara. Hadapi masalah ini dengan kepala dingin, meskipun hatimu panas," Ujar Ibu Tien.
**
Mungkin memang benar jika Ibu Tien sudah ditakdirkan menjadi istri sang presiden. Pertemuan pertamanya dengan Soeharto terjadi saat usia mereka masih remaja di Wonogiri.
Saat itu, Soeharto masih bersekolah dan Ibu Tien adalah adik kelasnya. Menurut Probosutedjo, adik tiri Soeharto dalam buku: Memoar Romantika Probosutedjo, Soeharto sudah jatuh cinta pada pandangan pertama. Namun, ia hanya bisa memendamnya karena status Ibu Tien dari kalangan ningrat Mangkunegaraan.
Beberapa tahun kemudian setelah Soeharto menjadi tentara yang berpangkat Letnan Kolonel, bibinya menyuruhnya kawin. Karena di saat itu tidak lazim bagi seorang pria berusia 26 tahun yang belum menikah.