Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Kepoin Asal-usul Pisang Ijo, Bukan Asli Kota Daeng

4 September 2021   19:41 Diperbarui: 4 September 2021   19:57 1289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kepoin Asal Usul Pisang Ijo, Bukan Asli Kota Daeng (kompas.com)

Berbicara mengenai makanan khas Kota Daeng, tentu banyak. Ada Coto Makassar, Sop Saudara, Sop Konro, hingga beragam jenis kue tradisional.

Namun, tidak semua yang khas Makassar itu asli Makassar. Mie Titi misalkan. Jelas itu adalah adopsi dari makanan khas China. Begitu pula dengan Jalangkote, aslinya pastel dari Belanda.

Tapi, siapa peduli. Konsep ATM berlaku pada setiap inovasi. Tambah sini, kurang sana, sama saja. Sekali melekat, jadilah terkenal.

Hingga saya bertemu dengan Chef Lucky Suherman. Seorang koki yang juga penggiat kuliner. Saat itu, ia sedang mendata makanan khas dan asli Makassar.

Kelihatannya sederhana, tapi tidak bagi pisang ijo.

Kudapan dari pisang dengan campuran adonan tepung beras, air pandan, santan, plus sirup merah. Sungguh nyaman di lidah dan selalu mengingatkan diri untuk pulang ke kampung halaman.

Tapi, pertanyaannya, di manakah kampung halaman pisang ijo?

Untuk mengetahui asal muasal sebuah masakan, tentu banyak faktor yang harus dilihat. Sejarah tidak selalu benar. Begitu pula dengan cerita rakyat.

Bahan baku yang tersedia, kebiasaan warga setempat, kearifan lokal, hingga masalah budaya, tradisi, dan juga filosofi.

Lantas, apakah pisang ijo lahir di bumi anging mamiri? Hampir tidak ada catatan, naskah, atau lontara kuno Sulawesi Selatan yang mengisahkan mengenai hal ini.

Legenda Pisang Ijo

Yang ada hanyalah legenda rakyat tentang seorang koki kerajaan yang bernama Ijo.

Syahdan suatu hari entah di zaman apa, ada seorang raja yang bengis dan kejam. Hobinya menghilangkan nyawa manusia yang berani melawan perintahnya.

Hingga suatu hari, koki kerajaan yang bernama ijo membuat kesalahan fatal. Makanannya tidak disukai oleh raja. Perintah hukuman mati pun keluar.

Tapi, Ijo tidak langsung putus asa. Ia membuat sebuah permintaan kepada raja. Ijo menjanjikan sebuah masakan yang rasanya tiada tara.

Ide yang bermula dari rasa takut, akhirnya berbuah sukses. Ijo tahu jika sang raja suka dengan pisang. Dari situlah bermula. Selanjutnya sisa ditambahkan dengan adonan tepung berwarna hijau dan kuah kental bening dari santan. Maknyus rasanya.

Sang raja pun menikmatinya dan Ijo selamat dari kematian. Saking senangnya sang baginda, hingga pisang yang baru ditemukan itu dinamakan Pisang Ijo oleh sang raja.

Ijo adalah Paijo?

Sampai di sini, rasa kepo saya pun bertambah. Setahu saya "ijo" itu sendiri berasal dari warna hijau khas kudapan ini. Ternyata saya salah. Ijo adalah nama sang penemu.

Saya juga baru sadar ternyata warna hijau dalam bahasa Makassar adalah moncongbulo atau pocoppisang. Lebih dalam lagi, Ijo bukanlah khas nama Makassar. Lebih mirip jawa, kepanjangan dari Paijo (mungkin).

Kendati demikian, saya masih punya sedikit harapan. Pisang adalah buah yang banyak mengilhami makanan khas Makassar lainnya. Jadi ada kemungkinan jika pisang ijo adalah salah satu jenisnya.

Balada Pohon Pisang

Pohon pisang memang identik dengan negara Asia Tenggara, bukan hanya Indonesia saja. Dulunya, tanaman ini tumbuh liar dan tidak dibudidayakan.

Menurut Suyanti dan Ahmad Supriyadi dalam buku "Pisang: Budi Daya, Pengolahan, dan Prospek Pasar (2007)," pembudidayaan pisang baru dilakukan setelah kebudayaan pertanian menetap.

Nah, di Indonesia, ternyata Sulawesi Selatan adalah provinsi produsen pisang terbesar di luar pulau Jawa. Cukup masuk akal jika pisang sangat akrab dengan lidah orang Bugis-Makassar.

Di Sulawesi Selatan, pisang bukan hanya sebagai bahan pangan. Ia juga telah diolah menjadi peribahasa; Ilmu ta'bang untia alias ilmu panjang umur. Mengibaratkan pohon pisang yang akan terus tumbuh berbuah kendati telah dipotong.

Terus, ketika kita melihat pada campuran pandan, santan, dan tepung beras yang merupakan cirikhas kudapan ini, klop lagi.

Banyak makanan makassar yang menggunakan pandan sebagai bahan dasar. Kue dadar, buras, sikaporo, dan lain sebagainya. Santan apa lagi, berjubel!

Pallu Butung

Lantas apakah sampai di sini pisang ijo sudah bisa ber-KTP Makassar? Belum juga, sobat! Kudapan yang menggunakan pandan dan santan juga banyak di bumi Nusantara lainnya.

Cara lainnya untuk mengecek asal-usul pisang ijo adalah dengan melihat kuliner sejenis. 

Setelah dibrowsing di dunia maya, hanya pallu butung yang paling mirip. Resep makanan ini sama persis seperti pisang ijo, hanya minus kulit hijaunya saja. Alias pisangnya tanpa pembungkus adonan tepung hijau.

Nah, Pallu Butung sendiri adalah nama khas Makassar. Lantas, apakah mungkin jika pisang ijo adalah modifikasi dari pallu butung?

Sekali lagi, tidak juga.

Pallu memang bahasa Makassar, artinya adalah "masakan olahan." Nama yang sama kita temui pada masakan lainnya; Pallu Mara, Pallu Kaloa, dan Pallu Basa.

Tapi Butung sendiri merujuk kepada sebuah tempat di Sulawesi Tenggara, tepatnya Pulau Buton. Jadi Butung adalah Buton dalam bahasa Makassar.

Apakah jenis kudapan ini asalnya dari Pulau Buton? Belum ada catatan, literatur, atau cerita lisan yang menyebutkan demikian. Pun di Pulau Buton, masakan Pallu Butung juga tidak ditemui pada acara-acara adat di sana.

Sampai di sini, lengkaplah penderitaanku. Bingung dan penasaran bercampur menjadi satu. Semuanya akibat ingin kepoin si Pisang Ijo.

Sebagai kesimpulan;

Nusantara memang kaya kuliner. Menurut Prof. Dr. Ir. Murdjiati Gardjito, seorang peneliti dan pakar kuliner senior, ada 3.259 jenis kuliner yang tersebar di 34 provinsi. Ini belum termasuk kuliner khas daerah terpencil yang tidak memiliki nama, ataupun jenis yang baru tercipta.

Jadi, tidak usah lagi peduli tentang asal-usul pisang ijo. Yang pasti ia adalah bagian dari Indonesia. Bukankah Indonesia adalah Negara Kesatuan? Jadi, bukan hanya satu nusa, satu bangsa, satu bahasa. Tapi, juga satu keragaman kuliner.

Referensi: 1 2 3 

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun