Masih trauma dengan Merah Putih. Rasa sakit dari rotan Pak Frans, guru kelas 4 SDku, masih membekas dalam ingatan.
Dapat tugas piket usai jam sekolah. Alih-alih membersihkan ruangan kelas, bendera merah putih pun jadi taplak tangan.
Pulang rumah menangis tersedu-sedu. Ditanya mama, dapatnya justru omelan.Â
**
Upacara bendera wajib setiap senin pagi, panas terik menyinari. Katanya anak Indonesia tidak boleh cengeng. Bukannya sadar diri, tatapan guru killer-lah yang membuat harus tetap berdiri menahan diri.
Setiap pagi, doa harus dimulai. Wajib agar proses belajar mengajar lancar. Tidak lupa menyapa guru. Tapi, sebelumnya penghormatan kepada Merah Putih wajib dilakukan.
Sebagai anak kecil yang tidak tahu apa-apa, rutinitas tetap saja dijalankan. Rasa takut menyelimuti, kesadaran pentingnya warna merah putih belum jadi inspirasi.
Hingga kini...
Setiap menyanyikan lagu Indonesia Raya, diri selalu menangis. Bukan karena rasa takut dicambuk. Tapi, mensyukuri nikmat hidup selama ini.
Menghargai darah para pejuang bukanlah pepesan kosong. Mengagumi pemikiran para pendiri bangsa yang bukan tong kosong.