Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengulik Isi Otak dari Wajah di Baliho

15 Agustus 2021   19:35 Diperbarui: 15 Agustus 2021   20:01 780
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengulik Isi Otak dari Wajah di Baliho (rm.id)

Lihat Baliho, Ingat Suyanto (nama samaran). Ia bukanlah politikus. Hanyalah seorang manusia biasa. Tapi, Suyanto tidak bersahaja. Ia seorang pengusaha yang suka memasang wajah.

Di tempat usahanya, fotonya terpajang di samping foto berbagai jenis produk yang dijualnya. Pantas menggantikan Raisa sebagai bintang air minum, dan Chelsea Islan untuk iklan pembalut wanita.

Suyanto juga seorang yang suka berbagi. Di grup medsos bersama, ialah yang paling aktif. Ucapan selamat pagi, siang, malam dalam berbagai pose senantiasa meramaikan.

Ia juga tidak pernah lupa juga memberikan ucapan selamat kepada anggota grup yang berbahagia. Bisa sambil main piano atau hanya sekedar makan coto. Juga pada acara ulangtahun Jokowi, hingga meninggalnya korban Covid.

Suyanto adalah seorang atlit. Gelarnya "King of Badminton." Videonya bermain bulutangkis kerap viral. Paling tidak di grup bersama.

Lengkap dengan komentator dadakan. Berdurasi beberapa menit. Kontennya pun macam-macam. Tapi pesannya hanya satu: "Gue aja bisa, Loe bisa apa?" Kira-kira gitulah.

Oh ya, Suyanto juga seorang soleh. Gereja dibangun di sebelah tempat usaha. Sinode tidak penting, yang penting ada nama. Siapa pendetanya? Tentunya si Suyanto sendiri.

Setiap minggu menyertakan warta keselamatan bagi umat manusia. Tidak lupa dishare ke grup bersama.

Jangan lupa jurnalis. Makan pagi, kerja siang, hingga pijat malam. Semuanya masuk dalam daftar berita rutin di grup bersama. Mengalahkan kecepatan kompas.com dalam pemberitaan.

Suyanto juga pandai menyanyi. Suaranya merdu bak Mba Ocha. Bukan karaokean, tapi live di kolam renang. Judulnya: Indonesia Raya. Demi kecintaannya terhadap negara, ia rela berbasah kuyup. 

Dan, pesannya sampai ke warga segawai.

Fotonya bersama para pejabat, senantiasa menjadi nasehat bagi penghuni gawai bersama. Isinya; "Gue aja bisa, Loe bisa apa?" Kira-kira gitulah.

Hingga suatu hari pada tahun 2019. Kota Makassar dilanda kehebohan. Wajah-wajah asing-manis mulai terpajang di sepanjang jalan. Namanya; Baliho...

Suyanto kalah telak. Fotonya hanya seputaran toko dan medsos bersama. Sementara baliho ada di seantero kota Makassar.

Seorang kawan yang cengengesan pun bertanya padanya, "Eh lu, jago kendang doang!"

Suyanto yang berapi-api tentu cinta Indonesia. Ia sadar jika belum menjadi wakil rakyat, aspirasinya belumlah bisa disalurkan; "Gue aja bisa, Loe bisa apa?" Kira-kira gitulah.

Untuk itu, mendaftar di parpol adalah jalan satu-satunya. Lobi pun dibuka. Dari bintang merci hingga kepala banteng, semua didatanginya. Pohon beringin enak berteduh, tapi elang juga perkasa.

Suyanto mengaku jika ia telah menjadi rebutan parpol. Terkait wajahnya yang ganteng dan multi talenta. Tak lupa, foto dirinya yang selalu dikirim ke grup bersama.

"Gue aja bisa, Loe bisa apa?" Kira-kira gitulah.

Suatu waktu, seorang milenial pernah bertanya padanya. "Om, kenapa tidak buat medsos saja? Kan lebih efisien?"

Jelas Suyanto marah. Medsos buat jualan dan pamer doang. Begitu katanya. Toko kelontongnya omzet sudah miliaran. Lagi pula ia tidak suka pamer. Hanya suka eksis.

Baliho tetap menjadi pilihan utama. Berada di pusat kota hingga ke pelosok desa. Untuk itulah, Suyanto ingin jadi calon legislatif.

Slogannya? Sederhana; Cukup nama lengkap diri beserta gelar akademik-nya. Tak lupa jargon, "Gue aja bisa, Loe bisa apa?" Dikirim ke grup bersama.

Dana pun diitung, Suyanto tidak pelit, ia hanya suka irit.

Sekitar 30 lokasi strategis dalam kota Makassar telah ditandainya. Dana yang dikeluarkan pun sangat murah. Hanya seharga balok kayu, kain cetakan, dan ongkos cetak.

Tidak heran jika ia marah besar, ketika teman sejawatnya menelurkan angka miliaran. Ternyata Suyanto lupa jika ada pajak penyerta. Hitungannya pun tidak kecil. Berdasarkan NJOP lokasi, lama pemasangan, dan ukuran.

Itu pun belum termasuk proses pemasangan yang melibatkan pihak ketiga. Kaum elit pula, sesama simpatisan partai.

Suyanto tidak terima. Bagaimana mungkin modal cekek bisa seharga milaran? Ia pun menelurkan idealismenya;

"Saya tidak setuju uang rakyat dibuang-buang demi wajah yang terpampang di jalan!" Betapa mulianya.

Suyanto memberikan contoh. Ia tidak pernah menarik pajak bagi dirinya sendiri untuk semua foto iklan dirinya yang terpajang di tokonya.

Oh ya, tidak lupa juga; "Gue aja bisa, Loe bisa apa?" Dikirim ke grup bersama.

Tapi, para pendukungnya tak kehilangan akal; "Di sanalah isu yang bapak harus perjuangkan."  

Setelah dipikir selama sekian purnama, Suyanto pun setuju. Daripada beras krisis dan listrik gratis, harga diri lebih miris. Jadilah slogan pamungkasnya; "Baliho Murah!"

Tentunya, tidak lupa juga; "Gue aja bisa, Loe bisa apa?" Dikirim ke grup bersama.

Suyanto yang pengusaha tidak bodoh-bodoh amat. Baliho perlu biaya. Tapi, gegara menghitung cuan-nya, ia jadi kepincut menjadi pengusaha baliho. Jelas kekuasaan adalah jawabannya.

Suyanto juga ingin jadi filantrofis. Setara Mukidi kalau tidak ghosting. Ia sudah menjadi pendeta, king of badminton, penyanyi kondang. Apa lagi kalau bukan menyaingi Akidi.

Tidak ada 2T, bagi-bagi angpao pun sudah cukup. Alokasi biaya baliho akan ditukar dengan beras. Sesuai hitung-hitungan para Kompasianer pada artikel-artikelnya.

Akan tetapi, jalan terjal berliku memang harus ditempuh. Menjadi politisi tidak mudah. Wajahnya harus diingat, jargonnya harus dahysat, dan desainnya harus segurih babat.

Tapi, Suyanto tahu diri. Ia ingat jika ia bukanlah politikus kondang. Banyak kawan-kawananya yang gagal masuk Senayan. Hanya gegara pelit dengan duit baliho.

Suyanto punya prinsip sejati. Baginya; "Gue aja bisa, Loe bisa apa?" Dikirim ke grup bersama.

Jadilah baliho sebagai alat untuk menyalurkan aspirasinya. Harga mahal pun tidak apa-apa. Paling tidak ia sudah menyumbangkan uang untuk Pemda. Toh, duitnya kan juga untuk kepentingan rakyat.

Medsos tidak akan pernah jadi pilihan. Tiktok, Instagram, Facebook adalah buatan asing. Suyanto tidak rela duitnya kesedot devisa. Ia lebih suka berbagi rezeki kepada pengusaha UMKM dan Pemerintah Daerah. Lebih mulia katanya.

Baginya; "Gue aja bisa, Loe bisa apa?" Dikirim ke grup bersama.

Apa yang dilakukan oleh Suyanto, tentunya dikategorikan sebagai jenis heboh. 

Sore ini saya mendapat titipan oleh-oleh dari Jaya Suprana langsung. Isinya singkat, hanya tulisan di Kompas.com. Judulnya "Much Ado about Baliho."

"izin mengutip satu dua kalimat dari tulisan ini ya, Pak Jaya." Demikian permintaanku padanya dan disetujui beliau.

Menurut beliau, arti plesetan yang ditelurkan oleh Mbah Shakespeare ini adalah; "Heboh Mubazir Tentang Sesuatu yang Sebenarnya Tidak Perlu Dihebohkan."

Aksi Suyanto jelas bikin heboh. Kendati, hanya di grup bersama. Tapi, Suyanto tidak bermaksud bikin heboh. Apa yang ia lakukan juga dilaksanakan oleh ribuan calon legislatif di seluruh Indonesia. Persis seperti pesan Jaya Suprana pada tulisannya. 

Hanya menjadi heboh, gegara beberapa orang yang kenal dengan dirinya merasa ia terlalu tampan dan juga multi talenta. Sayang jika wajahnya tidak dieksploitasi baliho.

Setelah beberapa tahun berlalu, kehebohan ini dilupakan. Tapi, sayangnya tidak meninggalkan kesan yang terlalu mandalam.

Mengapa? Karena pageblug belumlah terjadi pada 2019.

Jika tidak, maka nyinyiran akan bertambah; "mending loe kasih makan tuh duit baliho!" Demikianlah kira-kira.

**

Kendati Suyanto tidak terpilih. Hatinya merasa puas. Baliho dirinya sudah pernah terpasang di seantero kota Makassar. Ia pun tenang, balihonya tidak menjadi sampah.

Kini telah berfungsi sebagai penyekat warung Sop Saudara di pinggir jalan. Lengkap dengan jargonnya; "Gue aja bisa, Loe bisa apa?" Tidak lupa, difoto dan dikirim ke grup bersama.

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun